ARAH NEWS – Pemerintah bersama PT PLN sdg mengujicobakan konversi dari gas elpiji 3 kg menjadi pengguna kompor induksi.
Ada beberapa catatan terkait wacana kebijakan ini:
1. Walaupun konsep kebijakan konversi ke kompor induksi terlihat baik dan _pro poor,_ tetapi kebijakan ini seharusnya bukan hanya berbasis bongkar pasang atas kepanikan pemerintah terhadap melambungnya subsidi gas elpiji 3 kg.
Kasihan masyarakat konsumen, dulu diwajibkan konversi dari kompor minyak tanah ke kompor gas elpiji 3 kg dengan alasan menekan subsidi energi.
Sekarang pemerintah panik karena subsidi gas elpiji 3 kg makin melambung, dan konsumen dijadikan “kelinci percobaan” lagi.
Hal ini menunjukkan pemerintah tidak memunyai roadmap yang jelas terkait subsidi pada energi;
2. Memang, berdasar data empirik, penggunaan kompor induksi bisa lebih efisien karena bisa hemat energi hingga 48 persen.
Tetapi pada akhirnya konsumen bisa menjadi “konsumtif” dalam hal penyerapan energi untuk keperluan rumah tangga.
Karena di dapurnya dipastikan tetap ada dua jenis kompor, yakni kompor gas 3 kg dan kompor induksi.
Bagaimanapun kompor gas masih diperlukan untuk mengantisipasi jika aliran listrik PLN mati/padam.
Bagaimana jadinya jika saat sedang memasak listrik PLN mati jika tidak ada kompor gas elpiji? Jadi, kebijakan ini bisa memicu dobel pengeluaran bagi konsumen;
3. Seharusnya untuk pengendalian subsidi gas elpiji 3 kg, pemerintah punya nyali untuk menjadikan pola distribusi tertutup pd gas elpiji 3 kg, sebagaimana saat awal diberlakukan.
Melambungnya subsidi gas elpiji 3 kg, dikarenakan ada inkonsistensi pemerintah di dalam distribusi gas elpiji 3 kg
Karena beraifat terbuka (siapapun boleh membelinya). Inilah yg menjadikan alokasi subsidi gas elpiji 3 kg menjadi makin boncos!
Demikian, sekelumit catatan.
Opini: Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Arahnews.com, semoga bermanfaat.