ARAH NEWS – Akhir-akhir ini ada pihak yang mencoba “membelokkan” fenomena protes kenaikan BBM dan kebijakan lain yang memberatkan rakyat dengan statement.
“Orang kok protes melulu, dikira Pemerintah tidak pusing apa? Mbok sekali kali mikir apa yang pernah kau berikan untuk Negara? Jangan demo melulu, protes melulu.”
Omongan diatas bisa dibalik. Bahwa yang telah diberikan rakyat ke negara antara lain adalah membayar pajak guna menyokong keberlangsungan bernegara.
Kita tanyakan juga, apa tujuan pembentukan Negara? Mengapa rakyat tidak mau dijajah? Semua pertanyaan semacam itu akan bermuara kepada jawban.
Baca Juga:
CSA Index Oktober Tembus 76,09: Pelaku Pasar Optimis Pemerintahan Baru Akan Dorong Pertumbuhan IHSG
Bahwa fungsi Negara adalah sebagaimana tercantum pada Pembukaan UUD 1945.
Yaitu untuk mensejahterakan rakyat, melindungi segenap tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan fasilitas umum, dan seterusnya.
Artinya, tujuan pembentukan Negara adalah untuk melindungi dan mewujudkan kesejahteraan rakyat, bukan menjadi penjajah baru yang memeras rakyatnya.
Untuk itu kepada Pemerintah telah disediakan kekayaan berupa sumberdaya alam dan seisinya, yang harus dikelola mengikuti Konstitusi yang telah disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia pada 18 Agustus 1945.
Baca Juga:
Minergi Media Luncurkan Portal Tambangpost.com Dukung Hilirisasi Tambang dan Ketahanan Energi
Rencana Pertemuan Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto Ditanggapi Presiden Jokowi
Makanya menjadi Pemimpin Nasional itu harus memiliki Ideologi yang “in line” dengan Panca Sila dan UUD naskah 18 Agustus 1945.
Yaitu Ideologi Etatisme (Nasionalis)/Ta’jul Furudz (versi Ideologi Islam). Bukan penganut “pragmatisme”
Menolong rakyat itu harus dengan Ideologi bukan dengan cara bagi-bagi BLT/BLSM/Amplop.
Bahwa yang seperti itu juga dilakukan dipersilahkan, tetapi perlu diingat bahwa hanya sebatas skope sedekah/sodaqoh/infaq.
Baca Juga:
Sedangkan untuk menolong kemampuan ekonomi rakyat harus dengan cara systemik yaitu dengan Ideologi.
Secara Ideologi (versi Islam sudah diratifikasi ke dalam pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945 ) komoditas air, ladang, dan api /energi (BBM, Listrik, Batu bara) itu harus dikuasai Negara.
Bukan seperti sekarang dikuasai oleh oligarkhi “Peng Peng” semacam yang bekerja sama dengan Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga.
Kalau cara pengelolaan energi (BBM, Listrik, Batu bara) sudah di luar “Fitroh”/Konstitusi seperti diatas, maka yang terjadi adalah penguasaan komoditas strategis oleh orang per orang (Private Goods), dan yang terjadi seperti sekarang ini.
Contoh riil untuk minyak dibikin rekayasa pengolahan “rifenary” di Luar Negeri kemudian di import.
Untuk listrik pembangkit IPP mereka kuasai bersama Aseng/Asing, pembangkit PLN dibikin “mangkrak”.
Itu semua terjadi karena regulasi sudah dibikin Liberal sehingga “Peng Peng” bisa menjadi wasit sekaligus pemain
Nah yang seperti ini tidak boleh di koreksi? dan malah bertanya, “apa sih yang sudah kau berikan untuk negara.”
Kolonial Gaya Baru ini telah menggelar bermacam strategi agar rakyat tidak bisa berkutik.
Termasuk membayar buzer untuk melontarkan narasi, “apa sih yang sudah kau berikan untuk Negara?”.
Oleh: Ahmad Daryoko, Koordinator Indonesia Valuation for Energy and Infrastructure (INVEST).***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Arahnews.com, semoga bermanfaat.