ARAH NEWS – Semua tokoh politik yang layak maju menjadi calon Presiden seperti Gatot Nurmantyo, AA La Nyalla Mattalatti atau Rizal Ramli menghadapi penzaliman politik melalui aturan hukum Presidential Threshold 20 %.
Meski perjuangan belum berakhir namun hingga kini Mahkamah Konstitusi (MK) masih menampilkan diri sebagai bagian dari kezaliman itu.
Bersikukuh mempertahankan aturan yang tidak demokratis dan melanggar HAM tersebut.
Tokoh lain yang berpeluang memiliki kendaraan usungan gabungan Partai Politik seperti Gubernur DKI Anies Baswedan juga masih menjadi sasaran dari penzaliman rezim beserta antek-anteknya.
Baca Juga:
CSA Index Oktober Tembus 76,09: Pelaku Pasar Optimis Pemerintahan Baru Akan Dorong Pertumbuhan IHSG
Permainan melalui berbagai framing dilakukan untuk melakukan pembunuhan karakter (character assassination).
Upaya jahat dilakukan baik dengan serangan buzzer, menggerakkan KPK, hingga aksi-aksi palsu untuk membangun citra negatif.
Omong kosong jika rezim Jokowi menyatakan Indonesia harus dan dapat maju. Katanya perlu SDM yang berkualitas untuk membangun negeri.
Nyatanya tokoh-tokoh berkualitas yang potensial untuk mampu membangun negeri justru dibunuh dan dihancurkan reputasinya dengan segala cara.
Baca Juga:
Minergi Media Luncurkan Portal Tambangpost.com Dukung Hilirisasi Tambang dan Ketahanan Energi
Rencana Pertemuan Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto Ditanggapi Presiden Jokowi
Sebaliknya, para pengekor bahkan penjilat terus diangkat dan diorbit. Akibatnya muncul pemimpin karbitan yang tidak berkualitas.
Secara faktual sebagian besar Menteri-Menteri Jokowi itu “under capacity”. SDM payah yang belepotan dalam menunaikan amanat.
Sikap dan perlakuan kepada Anies Baswedan telah menjadi tontotan rakyat akan model atau pola penzaliman.
Rendahnya penghargaan atas prestasi Gubernur, demo ‘by design’ menuntut mundur, serangan atas kebijakan soal reklamasi, pembawa sial IKN kata dukun, serta operasi cari-cari kesalahan KPK.
Baca Juga:
Aksi unjuk rasa FPI palsu di Patung Kuda mendeskreditkan Anies Baswedan, demikian juga dengan deklarasi Majelis Sang Presiden yang sepertinya merupakan dukungan fitnah.
Karena secara demonstratif dalam deklarasi di Hotel Bidakara Pancoran itu ada yang mengatasnamakan eks narapidana teroris, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) maupun Front Pembela Islam (FPI).
Rezim bungkam atas kecurigaan publik atas aksi dan deklarasi serta dugaan operasi masif, sistematis, dan terstruktur yang bertujuan menjegal, merusak dan menghancurkan Anies Baswedan.
Tuntutan publik untuk pengusutan tidak ada tindak lanjut. Ada pembiaran atas skenario kotor untuk menjegal tokoh potensial.
Meskipun demikian rakyat selalu berpihak pada orang orang yang dizalimi dan pemihakan itu akan ditunjukkan pada waktunya.
Rakyat mendukung Soekarno karena kezaliman Belanda yang memenjarakan, rakyat berada di belakang Soeharto atas penzaliman PKI kepada TNI, dan rakyat pun memberi suara penuh kepada SBY karena SBY dizalimi Presiden Megawati.
Anies dipecat Jokowi tetapi mampu menjadi Gubernur. Kini ia terus digempur, namun jika rakyat berada di belakangnya, maka kelicikan apapun tidak akan membuatnya hancur.
Sebaliknya rezim zalim akan babak belur dan cepat terkubur. Rakyat dapat dipaksa untuk mengalah tetapi rakyat tidak akan bisa selamanya kalah.
Siapapun dia, jika ingin sukses menjadi Presiden dan ingin menjalankan tugasnya dengan baik, maka sebelum menjadi Presiden di Istana haruslah terlebih dahulu menjadi Presiden di hati rakyat.
Hati rakyat adalah sumber kekuatan untuk mendapatkan amanat sekaligus do’a agar mampu menunaikan amanat itu dengan selamat.
Opini: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.***