ARAH NEWS – Gerakan Nasional Anti Islamophobia (GNAI) dideklarasikan oleh sejumlah tokoh, ulama, habaib dan aktivis di Gedung Buya Hamka Masjid Agung Al Azhar Jakarta Jum’at 15 Juli 2022.
Gerakan ini merupakan respon positif dan konstruktif dari Resolusi PBB yang menetapkan tanggal 15 Maret sebagai “International Day to Combat Islamophobia”. Agenda pertempuran melawan Islamophobia.
Lima sikap sekaligus tuntutan GNAI sebagai bagian dari Deklarasi yaitu pertama, agar tanggal 15 Maret setiap tahun diperingati sebagai hari perlawanan terhadap Islamophobia.
Kedua, Agar Pemerintah tidak menjadikan Islam dan umat Islam sebagai masalah atau lawan tetapi potensi dan mitra bagi pengembangan bangsa dan negara.
Baca Juga:
Analis Memperkirakan Rupiah Melemah di Tengah Kekhawatiran Kebijakan Tarif Trump
Fitur AI Canggih di ASUS ZenBook S 14 OLED (UX5406) Copilot+ PC yang Wajib Anda Ketahui
Bahas Kerja Sama Ekonomi Indonesia – Tiongkok, Airlangga Hartarto Terima Kunjungan Dubes Wang Lutong
Ketiga, stop stigma radikal, intoleran dan anti kebhinekaan yang ditujukan pada umat Islam.
Keempat, jangan mengarahkan moderasi beragama pada makna sekularisasi, liberalisasi atau pengambangan nilai (plotisma).
Kelima, mendesak Pemerintah dan DPR menerbitkan UU Anti Islamophobia dengan sanksi pelanggaran yang tegas dan keras.
Deklarasi GNAI untuk menindaklanjuti Resolusi PBB dinilai tepat, apalagi Indonesia adalah negara mayoritas muslim.
Baca Juga:
Di Tempat Pembuangan Sampah Kawasn Pancoran, Jaksel Ditemukan Sesosok Jasad Bayi Perempuan
Sapulangit Media Center Gandeng Rilispers.com Pasarkan Publikasi Press Release di 150+ Portal Berita
Ironi jika di negara mayoritas muslim justru Islamophobia itu marak. Pemerintah yang membiarkan bahkan ikut aktif menciptakan iklim Islamophobia tentu tidaklah sehat.
Islamophobia memiliki berbagai bentuk seperti penistaan atau penodaan agama, tuduhan fitnah umat Islam radikal dan intoleran, program deradikalisasi yang hakekatnya de-Islamisasi bahkan de-Qur’anisasi.
Juga kriminalisasi ulama dan aktivis Islam, serta pengembangan faham-faham sesat termasuk nativisme dengan membenturkan agama dengan adat/budaya.
Anti Islamophobia mulai bergerak. Mengingatkan bangsa khususnya Pemerintah agar dapat meluruskan kembali arah politik keagamaan di Indonesia.
Baca Juga:
Kebutuhan Cadangan Beras Pemerintah, Indonesia akan Tambah Kuota Impor Beras Sebanyak 1 Juta Ton
Agama adalah potensi dan kekuatan bukan penghambat pembangunan atau kemajuan. Silaturahmi dengan berbagai kelompok keumatan menjadi agenda penting dari gerakan.
UU Anti Islamophobia mendesak untuk segera diterbitkan agar umat Islam lebih terjamin dalam menjalankan kegiatan keagamaannya serta terlindungi dari serangan dan gangguan berbagai pihak yang ingin merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.
Umat Islam adalah umat yang taat hukum, oleh karena itu aspirasi keumatan harus terwadahi dalam peraturan perundang-undangan.
Gerakan Anti Islamophobia berbasis Resolusi PBB karenanya bernuansa global. Aliansi dengan gerakan serupa di berbagai negara patut dibangun.
Tujuannya agar umat Islam dapat lebih berkontribusi dalam menciptakan perdamaian dunia. Saatnya umat bergerak lebih cepat.
Gerakan Anti Islamophobia adalah gerakan untuk mempersatukan umat sekaligus menangkal perpecahan akibat adu domba dan fitnah dari kelompok yang benci atau takut berlebihan kepada Islam.
Gerakan Nasional Anti Islamophobia (GNAI) telah dideklarasikan di Masjid Agung Al Azhar bertempat di Ruang Buya Hamka.
Mengingatkan spirit Buya Hamka yang gigih menegakkan kebenaran dan keadilan. Membela agama Islam melalui da’wah.
Gerakan Anti Islamophobia adalah gerakan Islam amar ma’ruf nahi munkar.
Kereta sudah mulai bergerak dan berjalan. Yang mau ikut ayo naik, yang tidak jangan menghalangi.
Tetapi jika memaksa untuk menghalangi, apa boleh buat tabrak saja. Kereta mulai bergerak dan berjalan. Tidak bisa berhenti lagi.
Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Keagamaan.***