Waspada, Gelombang Pengangguran akan Semakin Menggila di Tahun 2023

Avatar photo

- Pewarta

Sabtu, 5 November 2022 - 08:57 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Angka pengangguran tertinggi mencapai 9,7 juta orang tahun 2020 akibat pandemi COVID 19. (Pexels.com/nathan cowley)

Angka pengangguran tertinggi mencapai 9,7 juta orang tahun 2020 akibat pandemi COVID 19. (Pexels.com/nathan cowley)

ARAHNEWS.COM – Angka pengangguran 3 tahun terakhir sangat memprihatinkan, puncaknya pada semester II tahun 2020 akibat pandemi COVID 19.

Tahun tersebut mempunyai angka pengangguran tertinggi mencapai 9,7 juta orang atau sekitar 7,07% dari total jumlah penduduk usia kerja.

Semester I tahun 2021 turun menjadi 8,7 juta orang dan naik menjadi 9,1 juta orang pada semester II.

Tahun 2022 semester I turun menjadi 8,4 juta orang. Pada semester I tahun 2022 Lulusan SMA dan SMK menyusun angka pengangguran terbesar.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 144,01 juta jiwa pada Februari 2022.

Jumlah tersebut mencapai 69,06% dari total penduduk usia kerja yang berjumlah 208,54 juta jiwa.

BPS mencatat ada 135,61 juta penduduk bekerja pada Februari 2022. Mayoritasnya atau 29,96% terserap di sektor pertanian.

Sektor perdagangan menyerap 19,03%, sektor industri menyerap 13,77%, akomodasi dan makanan-minuman 7,11%, usaha konstruksi 6,04%.

Sektor jasa pendidikan menyerap 4,89%, jasa lainnya 4,34%, sektor transportasi dan pergudangan 4,21%, sektor administrasi pemerintahan menyerap 3,42%,

Jasa kesehatan 1,76%, jasa perusahaan 1,43%, pertambangan 1,17%, dan jasa keuangan 1,11% dan sektor pengadaan listrik dan gas memiliki serapan penduduk bekerja paling sedikit hanya 0,23%.

Kondisi ekonomi global yang sedang memburuk apalagi prediksi resesi global yang akan terjadi di tahun 2023 yang indikasinya sudah semakin kencang diperkirakan gelombang PHK besar-besaran akan terjadi.

Dan saat ini sudah mulai terjadi terutama di industri tekstil dan sepatu dimana industri tersebut mengalami penurunan permintaan akibat negara tujuan ekspor sedang mengalami krisis dan lebih mementingkan makanan dan energi.

Salah satu contoh bidang tekstil, Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPTPJB) Yan Mei melaporkan per Oktober 2022 sebanyak 64.000 lebih pekerja dikenakan PHK dari 124 perusahaan.

Yan Mei memprediksi angka tersebut akan terus bertambah mengingat kondisi kinerja tekstil yang semakin menurun yang mana pesanan menurun hingga 50 persen dari bulan April 2022. Ini sangat mengkhawatirkan.

Belum lagi sektor-sektor lain terkait ekspor dan impor. Penurunan demand ini berdampak langsung kepada angka PHK yang kemungkinannya akan semakin besar di tahun 2023.

Dari indikator tersebut dapat diperkirakan bahwa angka kemiskinan akan melonjak tinggi yang berdampak pada peningkatan angka kriminalitas, stunting, dan lain-lain.

Kelas menengah yang rentan akan jatuh menjadi kelas miskin baru yang belum tentu tercover oleh bantuan sosial karena kendala update data di Kemensos yang tidak mungkin terdata secara langsung.

Tentunya kondisi ini sangat tidak diharapkan terjadi, tapi langkah-langkah antisipatif tentunya harus segera ditempuh oleh pemerintah.

Tidak cukup dengan mempersiapkan bantalan sosial yang sulit menjangkau angka penerima bantuan sosial yang besar dengan nilai yang berarti.

Pemerintah harus bisa mendorong terciptanya lapangan-lapangan kerja baru yang lebih tahan dari imbas ekonomi global yang bisa menyerap banyak tenaga kerja.

Salah satu contoh yang perlu dilakukan pemerintah adalah menyerap tenaga kerja melalui penyelarasan angka pengangguran yang muncul dengan kebutuhan penguatan ketahanan pangan dan energi.

Sebagai contoh dengan membuka BUMN-BUMN baru yang bisa memperkuat ketahanan pangan dan energi khususnya seperti energi baru terbarukan berbahan dasar minyak nabati, dan lain-lain.

Jika pemerintah tidak melakukan persiapan yang matang menghadapi hal ini dikhawatirkan terjadi gejolak sosial yang berujung pada gejolak politik/krisis kepemimpinan dan lebih buruk lagi adalah social unrest.

Ini harus menjadi perhatian yang serius, karena kegagalan dalam mengatasi angka pengangguran akan menimbulkan dampak instabilitas yang besar.

Di berbagai sektor baik ekonomi, politik, sosial maupun pertahanan dan keamanan.

Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute. ***

Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Arahnews.com, semoga bermanfaat.

Berita Terkait

CSA Index Naik ke 73,3, Mayoritas Analis Percaya Sektor Ekspor Jadi Penopang IHSG
Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis Nasional? Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda!
Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis Nasional? Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda!
Presiden Prabowo Terima Laporan Mentan Amran Terkait Peningkatan Produksi dan Serapan Beras Nasional
Direktur Utama BUMN yang Tak Berprestasi dan Malas-malasan, Presiden Prabowo Subianto: Ganti!
Di Tengah Krisis Global, PPJKI dan BPKH Tekankan Inovasi SWF Syariah Sebagai Solusi Investasi Berkelanjutan
Sektor Energi dan Keuangan Dinilai Prospektif dalam Laporan CSA Index April 2025
Minta Jangan Khawatir, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati Pastikan Defisit ABPN Indonesia Tak Jebol

Berita Terkait

Rabu, 7 Mei 2025 - 19:05 WIB

CSA Index Naik ke 73,3, Mayoritas Analis Percaya Sektor Ekspor Jadi Penopang IHSG

Selasa, 6 Mei 2025 - 09:49 WIB

Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis Nasional? Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda!

Senin, 5 Mei 2025 - 15:19 WIB

Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis Nasional? Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda!

Kamis, 1 Mei 2025 - 07:54 WIB

Presiden Prabowo Terima Laporan Mentan Amran Terkait Peningkatan Produksi dan Serapan Beras Nasional

Kamis, 24 April 2025 - 17:41 WIB

Di Tengah Krisis Global, PPJKI dan BPKH Tekankan Inovasi SWF Syariah Sebagai Solusi Investasi Berkelanjutan

Berita Terbaru