ARAHNEWS.COM – Survei CSIS menyebutkan Pemilu 2024 diisi hampir 60% oleh generasi Z dan Gen Milenial.
Sosok Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil dan Erick Thohir menjadi popular di generasi itu.
Hal itu karena figure-figur tersebut memanfaatkan media sosial tiktok, dan lain-lain sebagai alat mendongkrak kepopuleran.
Kenapa politisi repot-repot bermain di medsos tiktok dan lain-lain, karena politisi tahu betul, siapa yang memenangkan medsos maka dia kemungkinan besar adalah pemenang pemilu.
Baca Juga:
Ditambah, elit cenderung melakukan manipulasi opini untuk memenangkan suara publik.
Bagi yang paham, akan mengerti bahwa pertarungannya sebenarnya memang ada di media sosial.
Pada 4 tahun terakhir LP3ES mengadakan outlook berupa refleksi atas situasi demokrasi di Indonesia yang mengalami kemunduran sejak 2019-2022 dan mungkin 2023.
Salah satu outlook LP3ES dilaksanakan dengan diskusi 136 tokoh ilmuwan politik. 20 di antaranya dari luar negeri.
Baca Juga:
Sektor Keuangan dan Energi Tetap Diminati, Investor Masih Waspada di Tengah Ketidakpastian Pasar
Kisah Inspiratif di Balik Kompetisi IBL: “KITA” Tayangkan Perjuangan Para Pemain
Rahmania Astrini & Gusty Pratama Hadirkan Chemistry Danny & Sandy di Grease The Musical
Mereka semuanya sepakat tentang adanya kemunduran demokrasi di Indonesia yang dirangkum dalam satu judu buku: “Demokrasi tanpa Demos”.
Demokrasi memang ada, tetapi dalam kebijakan-kebijakan politiknya mengingkari aspirasi publik, mengingkari Demos.
Sistemnya demokrasi, ada pemilu dan sebagainya, tetapi praktiknya meninggalkan aspirasi warga.
Tidak heran jika kebijakan-kebijakan yang popular selama 2022 adalah kebijakan yang justru merugikan publik, misalnya kelangkaan minyak goreng.
Baca Juga:
Wamentan Sudaryono Pastikan Daging Sapi dan Kerbau Aman dan Terkendali, Jelang Bulan Suci Ramadhan
Dalam ilmu politik menurut Thomas R Dye (1978) kebijakan politik adalah :“Public Policy is whatever a government choses to do or even not to do”
Apapun yang dilakukan pemerintah entah dilakukan ataupun tidak dilakukan, itu adalah kebijakan.
Jadi apabila minyak goreng langka adalah karena pemerintah memilih untuk membiarkan kelangkaan minyak goreng
Riset Drone emprit, KTLV dan LP3ES, misalnya pada kebijakan revisi UU KPK 2019, meski yang kontra kebijakan tersebut tinggi, namun tetap menjadi kebijakan.
Ada juga manipulasi opini publik seperti tagar-tagar KPK Taliban, KPK patuh aturan dsb
Berdasarkan riset LP3ES isu itu diciptakan oleh buzzersRp., yang bekerja karena dibayar.
Hal lainnya adalah UU Omnibus Law 2020 yang juga resistensinya tinggi, dan MK sudah menyatakan UU tersebut cacat formal dan procedural.
Menteri-menteri paling popular menjelang tahun politik ternyata tokoh lebih popular daripada Kementeriannya.
Hal itu menunjukkan budaya politik Indonesia secara umum, bahwa politik kita masih berkutat pada tokoh, pada individu.
Ketika Anies Baswedan sebagai capres ratingnya naik, ternyata kemudian berpengaruh pada Partai Nasdem yang mendukungnya.
Jokowi juga berpengaruh pada PDIP meski naik turun ratingnya. Juga dulu tokoh SBY mendongkrak elektabilitas Partai Demokrat.
Figure-figur tersebut adalah yang selalu masuk dalam survei. Sejauh ini yang paling popular adalah Menhan Prabowo, meski tren nya menurun namun masih di papan atas.
Machfud MD menyusul dan diisukan disiapkan jadi wapres. Juga Erick Thohir, dan SMI.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Mereka popular karena kinerjanya bagus atau tidak? Itu yang jadi pertanyaan, tetapi memang, nama-nama itu secara volume dan perbincangan konsisten ada di top of mind perbincangan publik medsos.
Terkait temuan INDEF bahwa figure menteri jauh lebih popular ketimbang Kementeriannya. Itu menjadi catatan tersendiri. Mestinya seimbang antara lembaga dan menterinya.
Walaupun ditinjau dari masa depan demokrasi dan masa depan pertumbuhan ekonomi suatu negara apalagi di negara maju.
Maka siapapun pejabatnya, sistemnya atau negaranya akan konsisten prestasinya dalam sisi demokrasi juga ekonomi.
Jadi tidak mengandalkan pada tokoh. Pada sisi lain itu merefleksikan bangunan sistem yang masih kurang terbentuk.
Survei Kompas tentang keyakinan pada pemerintah menurun periode Oktober 2019 – Oktober 2022. Tren menurun ini tidak mengejutkan
Karena ternyata yang popular adalah kebijakan-kebijakan yang tidak memuaskan publik. Seperti kelangkaan minyak goreng atau kebocoran data.
Survei Kompas lainnya juga tentang Politik dan Keamanan mempunyai respon positif cukup tinggi namun penegakan hukum terbilang rendah.
Seperti pada kasus FS yang cukup popular tapi kemudian orang bertanya apakah akan ditangani serius atau tidak.
Juga kelangkaan minyak goreng yang kepuasannya hanya 50%.
Survei INDEF perlu dimasukkan analisa sentiment. Tokoh popular itu dari sisi sentimen negatif atau positif. Ditambah etnografi digital, analisa wacana.
Masalah kita hari ini : ada tokoh-tokoh yang cukup popular, ada mereka yang mendominasi percakapan di medsos atau di survei.
Tapi pertanyaanya mereka popular dalam hal apa? apakah punya pikiran-pikiran yang progresif untuk mengatasi aneka problem sosial ekonomi politik dan budaya di Indonesia.
Atau hanya orang-orang yang pandai membuat konten, tapi kurang dalam gagasan.
Itulah PR INDEF, LP3ES dan jurnalis, semua kita harus mendorong agar muncul calon pemimpin yang hadir dengan substansi dan memberikan solusi atas berbagai permasalahan bangsa.
Dari sisi politik trend kemunduran demokrasi masih berlangsung secara konsisten dan belum tampak akan ada tanda-tanda rebound dan itu menjadi PR yang serius.
Oleh: Dr Wijayanto, Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES
Disarikan dari Diskusi Publik INDEF – Kaledioskop Kabinet Indonesia Maju 2022 “Sepak Terjang Kebijakan Kabinet Indonesia Maju dan Respon Masyarakat Melalui Pendekatan Big Data” (23/12/2022).***