ARAH NEWS – Aksi-aksi rakyat Indonesia untuk mendesak turunnya harga BBM maupun isu sampingannya semakin marak saja.
Sementara Pemerintah sepertinya tidak peduli, tidak ada tanda-tanda untuk mempertimbangkan penurunan kembali harga BBM bersubsidi.
Terkesan menantang sampai berapa lama mahasiswa, buruh, serta elemen lainnya kuat untuk melakukan unjuk rasa.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Presiden Prbowo Subianto Pidato Penuh Semangat di Parlemen Turki, Suarakan Dukungan ke Palestina
Sektor Energi dan Keuangan Dinilai Prospektif dalam Laporan CSA Index April 2025
SCROLL TO RESUME CONTENT
Semestinya Pemerintahan Jokowi mulai sadar bahwa tingkat kepercayaan rakyat saat ini terus menurun.
Keterlibatan mahasiswa, buruh, umat Islam, purnawirawan dan elemen lainnya dalam aksi adalah sinyal.
Begitu pula dengan sikap ulama dan guru besar dari berbagai Perguruan Tinggi yang telah menyatakan prihatin atas kondisi negeri.
Baca Juga:
Lagkah-langkah Strategis Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang Sudah Dilakukan dalam 150 Hari
Ingin Meluruskan Berita Media yang Negatif dan Tidak Berimbang? Ingin Menangkis Serangan Hoax?
Hampir setiap hari ada aksi demonstrasi yang silih berganti. Baik di ibukota maupun berbagai daerah.
Lokasi utama di Jakarta adalah Patung Kuda sebagai area yang terdekat dengan Istana Presiden.
Presiden merupakan figur penentu dari pengambilan kebijakan politik yang sepantasnya menjadi sasaran tekanan publik.
Aksi yang dilakukan bergelombang membangun kepercayaan diri bahwa tujuan aksi dalam waktu dekat akan tercapai.
Baca Juga:
Idul Fitri adalah lentera, izinkan membuka tabirnya dengan maaf, agar cahayanya menembus jiwa
CEO Rosan Roeslani Umumkan Struktur Pengurus Lengkap Danantara, Ada Nama Thaksin Shinawatra
TIENS Indonesia Wujudkan Komitmen Kepedulian Sosial Melalui CSR Ramadhan #HopeForHumanity
Ketika aksi mahasiswa, buruh, umat, purnawirawan, guru atau guru besar bersatu padu menggebrak, maka benteng itu segera bobol.
Presiden yang awalnya menghadapi dengan arogan esok akan terkejut, melemah dan akhirnya jatuh tersungkur,
Ada pelajaran dari pengepungan dan penjebolan benteng Konstantinopel oleh pasukan Turki Osmani dipimpin Sultan Mehmet II pada tahun 1453 M.
Romawi yang digjaya dan arogan akhirnya hancur berantakan.
Selama 6 minggu pasukan Islam pimpinan Sultan Mehmet II atau Al Fatih, pemuda berusia 21 tahun, terus menggempur benteng pertahanan Byzantium.
Atau Romawi Timur dan tepat pada tanggal 29 Mei 1453 M benteng terkuat di masanya itu bobol.
Kekaisaran Romawi Timur takluk kepada Kesultanan Islam. Memang tidak mudah untuk membobol benteng Konstantinopel.
Selama 8 abad sejak masa Kekhalifahan Bani Umayyah, Abbasiyah hingga Kesultanan Utsmaniyah silih berganti pasukan datang untuk membobol benteng kuat dengan pertahanan hebat Kekaisaran Romawi. Selalu gagal.
Tercatat Shahabat Nabi yaitu Ayyub Al Anshori gugur dalam salah satu penyerangan. Makamnya kini berada di Distrik Ayyubiyah kota Istambul.
Sultan Mehmet II yang didampingi oleh penasehat Syekh Aaq Syamsuddin, Halil Pasha dan Zaghanos Pasha setelah lebih dari satu bulan mengepung dan secara terus menerus menggempur, akhirnya berhasil membobol benteng Konstantinopel.
Kesabaran, kegigihan dan keuletan telah membuahkan kemenangan. Tentu dengan pertolongan Allah SWT.
Kaisar Constantinus Palaiologos atau Konstantin XI pun jatuh tersungkur dan tewas.
Jokowi tentu bukan Konstantin tetapi penguasa arogan dan tidak peduli rakyat dimanapun selalu mencoba untuk membuat benteng pertahanan.
Akan tetapi aksi yang masif, bergelombang dan gigih selalu membuahkan hasil. Benteng itu akhirnya bobol.
Benteng kebodohan, kebohongan, kezaliman serta ketidakpedulian yang segera dihancurkan.
Opini: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Arahnews.com, semoga bermanfaat.