ARAH NEWS – Program elektrifikasi itu keniscayaan, cepat atau lambat energi akan bertumpu pada listrik. Mudah murah dan akan semakin efisien di masa mendatang.
Seluruh pelosok negeri telah terhubung dengan kabel listrik. Inovasi dan tehnologi listrik terus menunjukan perkembangan hingga nircabel, wireless.
Ke depan biaya listrik juga akan semakin murah, daya listrik besar tidak lagi diperlukan dan seterusnya.
Aneh jika pemerintah mundur dari program elektrifikasi rumah tangga, peralatan rumah tangga yang serba listrik akan jadi keniscayaan di masa mendatang.
Baca Juga:
Dituntut Bayar Ganti Rugi Rp482 Miliar; Koperasi Unit Desa Delima Sakti Gugat Balik LSM AJPLH
Ciri ciri ke arah itu sudah sangat jelas. Jika mau membaca tanda tanda perubahan dengan benar.
Kompor induksi adalah konsep bauran listrik dan LPG yang positif.
Menekan penggunaan LPG dan memberikan alternatif kepada masyarajat.
Ke depan secara alamiah masyarakat akan bergeser ke listrik tanpa paksaan tapi menggunakan cara cara alamiah.
Tidak ada yang bisa membendung ini, ini adalah kebutuhan yang baru ditengah keragaman sumber energi, dan listrik yang semakin berada di depan sebagai sumber energi rumah tangga.
Baca Juga:
Menko Airlangga Hartartato Beberkan Sejumlah Langkah untuk Tarik Investor Global Masuk Indonesia
KPK Selidiki Kasus di Kementan Soal Korupsi Penggelembungan Harga Asam untuk Kentalkan Karet
Kompor induksi sengaja disalah pahamkan sebagai program pengalihan dari bahan bakar LPG ke listrik. Bukan demikian cara mehamaminya.
Kompor induksi bukan konversi yang dipahami sebagai menggantikan. Tapi harusmya dipahami sebagai komplementer.
Orang dapat saja sekali kali memasak dengan kompor induksi namun pada kali yang lain memasak dengan LPG. Biasa saja.
Dihentikannya program kompor induksi merupakan indikasi pemerintah takut dengan para pebisnis LPG yang sudah berjaringan sangat kuat melibatkan banyak pihak termasuk para politisi dan birokrat.
Baca Juga:
Usai Diputuskan Hubungan Asmaranya oleh Sang Pacar, Seorang Pria Berikan Reaksi yang Mengejutkan
Seharusnya pemerintah lebih berfikir strategis, melihat perkembangan dunia.
Indonesia sendiri berhadapan dengan dua masalah di LPG yakni impor yang mencapai 80 persen kebutuhan LPG nasional dan subsidi LPG yang menembus Rp.135 triliun, yang merupakan subsidi terbesar di Indonesia.
Mengapa tidak mau berubah, mengapa kalah dengan para Pemilik SPBE dan para agen pedagang LPG?
Mosok pemerintah kalah oleh karena banyaknya statemen yang kurang berdasar?
Opini: Salamuddin Daeng, Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Arahnews.com, semoga bermanfaat.