ARAHNEWS.COM – Dalam dinamika politik Indonesia, moral dan etika seringkali menjadi perbincangan yang hangat dan kontroversial.
Sebagai negara yang demokratis, Indonesia telah mengalami kemajuan yang signifikan dalam hal sistem politiknya.
Namun, dalam perjalanan menuju kemajuan tersebut, muncul berbagai persoalan moral dan etika yang mempengaruhi integritas politik di negara ini.
Pada dasarnya, politik seharusnya menjadi alat untuk melayani kepentingan publik dan mempromosikan kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga:
Dituntut Bayar Ganti Rugi Rp482 Miliar; Koperasi Unit Desa Delima Sakti Gugat Balik LSM AJPLH
Menko Airlangga Hartartato Beberkan Sejumlah Langkah untuk Tarik Investor Global Masuk Indonesia
Namun, realitas yang ada seringkali menunjukkan adanya pelanggaran etika dan praktik-praktik yang merusak moralitas politik.
Salah satu contohnya adalah korupsi yang menjadi momok dalam politik Indonesia.
Praktek korupsi merugikan negara dan menghalangi kemajuan sosial, sementara juga menggerus kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga politik.
Selain korupsi, masalah moral dan etika juga muncul dalam bentuk lain, seperti nepotisme dan klientelisme yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik.
Baca Juga:
KPK Selidiki Kasus di Kementan Soal Korupsi Penggelembungan Harga Asam untuk Kentalkan Karet
Praktek-praktek ini memperburuk kesenjangan sosial dan merusak prinsip keadilan yang seharusnya menjadi pijakan dalam sistem politik yang baik.
Selain itu, ketidakjujuran dalam kampanye politik juga menjadi isu yang penting dalam konteks moral dan etika politik.
Kampanye yang penuh dengan berita palsu, serangan tanpa bukti, dan janji-janji kosong tidak hanya mengacaukan proses demokrasi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap para pemimpin politik.
Namun, masih ada harapan untuk memperbaiki moral dan etika dalam politik Indonesia.
Baca Juga:
Usai Diputuskan Hubungan Asmaranya oleh Sang Pacar, Seorang Pria Berikan Reaksi yang Mengejutkan
Prabowo Subianto dan MBZ Saksikan Pertukaran MoU RI UEA di Bidang Industri hingga Kesehatan
Masyarakat sipil, organisasi non-pemerintah, dan sejumlah pemimpin politik yang jujur dan berintegritas telah bekerja keras untuk memperjuangkan perubahan dan membangun tata kelola politik yang lebih baik.
Selain itu, peran pendidikan politik yang kuat dan kesadaran akan pentingnya etika dalam berpolitik dapat menjadi landasan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada.
Dalam buku Comparing Asian Politics: India, China and Japan” (2015), Sue Ellen M. Charlton menyebutkan bahwa selama era pemerintahan Tokugawa (periode Edo), orang Jepang berkorban dan mengabdikan diri untuk komunitasnya.
Dan mereka juga memiliki nilai kesetiaan jika mereka memberikan kesetiaan mereka kepada komunitas mereka seperti keluarga dan negara.
Ambil contoh seppuku, yang dilakukan oleh samurai di Jepang, di mana mereka mengobrak-abrik perut atau membuang jeroan untuk mengembalikan reputasi mereka setelah kegagalan atau kesalahan dalam memenuhi tugas mereka untuk melayani masyarakat.
Hal ini seharusnya menjadi pelajaran bagi pejabat yang melaksanakan tugas untuk kepentingan masyarakat bahwa ketika mereka tidak mampu untuk melakukan tugas mereka alangkah lebih baiknya mengundurkan diri dan diganti oleh orang yang punya dedikasi tinggi terhadap negara.
Jika kita melihat di media, ada saja kasus korupsi atau penyalahgunaan keuangan yang menjerat pejabat di Indonesia belum lagi yang belum terliput oleh media ini menunjukkan apakah etika di mata pejabat kita sudah tidak ada atau kurangnya pendidikan tentang etika lah yang membuat para pejabat yang kita percayai ini tega mengabaikan tugasnya untuk kepentingan masyarakat.
Negara Indonesia memiliki nilai-nilai budaya, agama , adat istiadat dan tradisional lainnya yang di dalamnya terdapat kejujuran, keteladanan, toleransi, gotong-royong dan lain-lain.
Yang dihormati dan dipatuhi oleh setiap lapisan masyarakat baik mayoritas maupun minoritas dan juga diimplementasikan di pemerintahan.
Berkaitan dengan etika politik dalam pemerintahan ada aturan dalam perundangan yang dicantumkan dalam Tap MPR VI/2001.
Etika pemerintahan menyebutkan bahwa penyelenggara negara siap mundur apabila dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara.
Problemnya sekarang tidak ada pejabat yang malu atas tindakannya sendiri, oleh karena itu pentingnya dibuatkan undang-undang etika penyelenggara negara.
Moralitas bangsa harus dibangun melalui keteladanan para pejabat publik.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Negara ini miskin keteladanan. Nama besar para pahlawan hanya dijadikan nama jalan, tanpa berupaya atau mempunyai rasa kepedulian untuk menerapkan nilai-nilai keteladanan mereka.
Krisis kepercayaan masyarakat saat ini harus diantisipasi dengan keteladanan berlapis moral dan etika seorang pejabat atau penyelenggara negara agar mempunyai dampak responsif terhadap krisis kepercayaan masyarakat.
Moralitas politik mengacu pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang digunakan untuk memandu pengambilan keputusan dan tindakan politik, termasuk isu-isu kekuasaan, keadilan, dan tanggung jawab.” —David Alexander, The Concept of Political Morality (2017).
Moral politik sering dikaitkan dengan konsep etika politik, di mana etika politik adalah studi tentang apa yang benar dan salah dalam konteks politik.
Etika politik melibatkan pertimbangan moral tentang kebijakan publik, kepemimpinan politik, dan perilaku politik secara umum.
Meskipun didukung undang-undang tentang etika politik, implementasinya lemah secara moral, sehingga etika pasca Pancasila tidak dapat diwujudkan.
Moralitas politik sangat penting dalam masyarakat karena berkaitan dengan kebijakan publik dan pengambilan keputusan yang mempengaruhi masyarakat.
Dalam moralitas politik, kejujuran dan integritas sangat penting dan harus dihormati karena menjadi acuan pejabat untuk mendapatkan kepercayaan publik dan membuat keputusan yang masuk akal dan adil.
Namun, untuk menerapkan moralitas politik ini, kita membutuhkan pendidikan politik yang baik dan beralasan.
Masyarakat harus didorong untuk memahami pentingnya moralitas politik dalam kehidupan demokrasi dan menuntut para pemimpin dan pejabat untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang telah ditetapkan.
Hal tersebut harus menjadi konsen bagi semua kalangan dalam membumikan modal moral dan kepemimpinan yang berbasis politik yang bermoral.
“(Kita) harus merevolusi cara pandang etika mental dengan membangun desain politik yang demokratis, bukan berdasarkan pada politik modal, melainkan politik yang berbasis pada moral”, ungkap Ketua Pusat Studi Islam Kenegaraan Indonesia Dr. Yudi Latief.
Penulis oleh: Firza Aditya Saputra, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang