ARAH NEWS – Jika Bank Indonesia (BI) bisa mengendalikan nilai tukar, maka harga BBM tidak harus sebesar saat ini.
Tapi lembaga ini tidak menunjukan peran apa apa, mereka menonton sambil melongo nilai tukar rupiah ambruk separuh selama masa Pemerintahan Jokowi.
Harga minyak mentah seharusnya tidak perlu ditakutkan oleh pemerintah, asal pemerintah serius menjaga nilai tukar dan menguatkannya terhadap mata uang asing terutama terhadap US Dolar.
Caranya banyak. Asal berani saja. Pada masa pemerintahan SBY rata nilai tukar rupiah sebesar Rp. 8000 per US dolar.
Baca Juga:
CSA Index Oktober Tembus 76,09: Pelaku Pasar Optimis Pemerintahan Baru Akan Dorong Pertumbuhan IHSG
Kalau harga minyak sekarang 90 dolar maka biaya pokok minyak mentah untuk menghasilkan BBM Rp. 4500 per liter BBM.
Waktu itu Menteri keuangan SBY adalah Sri Mulyani. Karena kepotong kasus Century jadi Sri Mulyani tidak menjadi menteri lagi.
Sri Mulyani kembali di jaman Jokowi tapi nilai tukar rupiah terhadap US dolar ambruk menjadi Rp. 14.750 per dolar AS.
Meski harga minyak mentah sama 90 dolar per barel seperti jaman SBY dulu, tapi biaya pokok minyak mentah untuk menghasilkan BBM naik dua kali lipat menjadi Rp. 10.000 per liter BBM.
Baca Juga:
Minergi Media Luncurkan Portal Tambangpost.com Dukung Hilirisasi Tambang dan Ketahanan Energi
Rencana Pertemuan Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto Ditanggapi Presiden Jokowi
Jadi Bapak Presiden Jokowi cobalah perintahkan kepada Sri Mulyani sebagai menteri keuangan, agar diskusi dengan Gubernur BI bagaimana cara menguatkan kembali nilai tukar rupiah terhadap USD.
Karena sekarang ini indonesia itu beli minyak menggunakan dolar. Bukan menggunakan Yuan atau Rubel.
Sri Mulyani mudah mudahan bisa. Pengalaman belasan tahun menjadi menteri keuangan masa iya cuma bisanya membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar terus merosot.
Sekali-kali Sri Mulyani tunjukkanlah kepintarannya dengan menaikkan nilai tukar rupiah ini.
Baca Juga:
Sri Mulyani silakan berkoordinasi dengan BI selalu Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan.
Jika BI tidak mau taat kepada pemerintah maka bisa diusulkan ke DPR agar BI segera direform dan diletakkan kembali di bawah Menteri Keuangan seperti sebelum reformasi.
Kalau Menkeu dan BI bisa menguatkan nilai tukar rupiah menjadi Rp. 1000 per Dolar AS, maka biaya pokok minyak mentah untuk menghasilkan BBM hanya senilai Rp. 500 per liter.
Kalau Jokowi mau bisa melakukan ini. Kalau pembantunya tidak bisa coba cari yang bisa.
Jadi demikian jika nilai tukar Rp. 1000 per dolar maka biaya pokok Rp. 500 per liter, ditambah PPN 11 persen, ditambah PBBKB 5 persen, ditambah pungutan BPH Migas, biaya pokok BBM hanya Rp. 650-750 per liter.
Pertamina bisa jual pertalite Rp. 5000 per liter untungnya bisa segaban.
Kalau sekarang dengan biaya pokok BBM Rp. 10000 per liter (harga minyak mentah x kurs 14750 / 159 liter sebarel) maka ditambah PPN 11 persen.
Ditambah lagi PBBKB 5 persen, ditambah pungutan BPH Migas, ditambah pungutan lain lain, biaya pokok BBM mencapai 12 ribu sampai 13 ribu rupiah.
Pertamina jual Rp10 ribu ya lama lama Pertamina Pecok. Ngono lo. (Bagian pertama dari dua tuĺisan)
Opini: Salamuddin Daeng, Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Arahnews.com, semoga bermanfaat.