Oleh: M. Nigara, Wartawan Olahraga Senior
ARAHNEWS.COM – Bukan ingin membanding-bandingkan jumlah korban. Satu kematian saja, sesungguhnya sudah terlalu banyak. Nyawa tak bisa dipertukarkan dengan apa pun.
Saya ingin mengajak kita semua untuk merenung. Meredam emosi, menenggelamkan kepentingan pribadi atau kelompok. Saya ingin kita semua bisa melihat persoalan dengan jernih.
Dengan hati bersih, kita melihat dua persoalan ada dihadapan kita. Dua persoalan yang sudah pasti tidak diinginkan oleh siapa pun.
Dua persoalan yang seharusnya tidak kita tunggangi baik terang-terangan apalagi sembunyi-sembunyi. Baik untuk kepentingan politik apalagi ekonomi.
Prasangka Buruk
Tentu, ajakan saya ini pasti tidak berlaku bagi mereka yang sejak awal telah memiliki rasa benci begitu rupa. Meski mereka membungkus kebencian itu serapi mungkin.
Tapi, tanpa mereka sadari justru mencuat dengan sendiri. Semakin kuat mereka menutupinya, kebencian itu sendiri berontak untuk menampakkan dirinya.
Dalam ilmu psikologi, Dr. Sigmund Freud mendefinisikan benci sebagai pernyataan ego (ke-akuan) yang ingin menghancurkan sumber-sumber ketidak bahagiaannya.
Definisi benci yang lebih baru menurut Penguin Dictionary of Psychology (Wikipedia) adalah “emosi yang dalam dan bertahan kuat, yang mengekspresikan permusuhan dan kemarahan terhadap seseorang, kelompok, atau objek tertentu”. (Kompasiana/ 21/2/2010)
Seseorang semakin mudah berprasangka buruk saat membenci orang lain. Tidak peduli apapun yang dilakukan orang yang dibenci
Seolah-olah itu salah di mata orang yang membenci. Tidak ada yang tahu isi hati seseorang kecuali dirinya sendiri.
Seringkali manusia terlalu yakin menilai orang lain dari apa yang dia lakukan, padahal baru sekali menyaksikannya.
Belum tentu seseorang tahu bagaimana keseharian dan kebiasaannya sebelum itu.
Mulailah sikapi pikiran-pikiran negatif itu dengan baik. Coba sadari situasi tertentu saat mulai muncul banyak pikiran negatif.
Saat sudah sadar mulai banyak pikiran negatif yang muncul, kita bisa lebih mengontrol pemikiran kita. Mencegah diri untuk terjebak dalam labirin pikiran kita sendiri. (pijarpsikologi.org, 24/4/2022).
Ada suatu nasihat yang dinilai oleh sebagian ulama sebagai hadits Nabi Muhammad saw, sebagaimana dikutip dari Lentera Hati (M.Quraish Shihab):
“Cintailah kekasihmu secara wajar saja, siapa tahu suatu ketika ia menjadi seterumu. *Dan bencilah seterumu secara wajar juga, siapa tahu suatu saat ia menjadi kekasihmu”.*
Silahkan dicerna dengan baik, saya tidak ingin menggurui. Di balik semus ini pasti banyak orang pintar dan orang bijak, meski hingga saat ini mereka masih malas untuk mengimentari.
Kembali ke topik awal. Sekali lagi, saya tidak ingin membandingkan jumlah korban, karena sungguh itu adalah sesuatu yang tidak dapat diperbandingkan.
Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan peningkatan kasus gagal ginjal akut misterius ( acute kidney injury/AKI) yang mencapai 304 kasus per tanggal 31 Oktober 2022.
Begitu pula dengan angka kematian yang saat ini mencapai 159 anak. Jumlahnya kemudian meningkat dari yang sebelumnya dilaporkan mencapai 157 anak.
Sungguh tragedi anak yang pasti tidak diinginkan oleh siapapun, termasuk oleh Menkes dan Kemenkes.
Juga oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang melebeli seluruh obat-obatan dan makanan halal.
Tapi, harus tetap ada penanggung jawabnya. Jika menggunakan emosi, saya bisa menunjuk siapa pun dengan mudah
Namun, saya tidak bisa melakukannya. Bahkan, untuk menyebut siapa yang harus bertanggung jawab, sangat sulit.
Jika kita menggunakan pemikiran orang awam, akan timbul pertanyaan: “Bukankah Kementerian Kesehatan adalah garda terdepan tentang kesehatan rakyat Indonesia?”
Lalu: “Bukankah BPOM adalah lembaga yang memiliki stempel sakti terkait peredaran obat di republik tercinta?”
Artinya, tidak ada obat dan makanan yang tidak dilebeli BPOM jika ingin dipasarkan di Indonesia.
Ya, paling hanya itu yang bisa saya lakukan. Sama dengan pemikiran orang awam.
Di mana Mereka?
Ada pertanyaan lain: “Ketika anak-anak kita meninggal dalam jumlah begitu banyak, mengapa pekik yang keluar tidak segarang tragedi Kanjuruhan?”
Menurut saya, mereka seolah abai dengan tragedi gagal ginjal. Telunjuk mereka seperti terbelenggu tak kuasa menunjuk siapa yang harus dipersalahkan.
Mulut-mulut mereka seperti terkunci untuk memaksa si anu dan si anu bertanggung jawab dan mundur dari kedudukannya saat ini.
Betul, tragedi Gagal Ginjal pada ratusan calon-calon penerus bangsa bukan kasus olahraga, tepatnya bukan sepakbola, tidak ada panggung yang semarak untuk dipakai. Atau kurang seksi?
Tapi jika melihat kasus dan jumlah kematiannya begitu dahsyat. Apakah mereka tidak terpanggil untuk melakukan seperti yang mereka kerjakan pada kasus Kanjuruhan? Di manakah mereka?
Maaf, apakah Komnas ham tidak melihat tragedi itu bisa diusut karena sungguh nyawa anak-anak kita direnggut secara paksa?
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Bayangkan, obat sirup disinyalir memiliki cemaran _etilen glikol_ (EG) dan dietilen glikol (DEG) di atas ambang batas.
Kandungan EG dan DEG ini kemudian digadang sebagai salah satu penyebab maraknya kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA)/ Acute Kidney Injury (AKI) khususnya pada Balita di Indonesia.
Tidakkah itu dianggap telah melanggar ham? Atau….? (dari berbagai sumber).
Sekali lagi, saya tidak ingin membandingkan soal jumlah kematian, karena kehilangan satu nyawa saja sudah sangat besar.
Nyawa, tak sebanding dengan apa pun di dunia ini. Nyawa tidak bisa ditebus emas segunung. Nyawa sungguh lebih tinggi dari apa pun.
Anehnya untuk tragedi Kanjuruhan, mereka seperti sedang berada di medan perang. Mereka membrondongkan senjata ke PSSI.
Mereka menuntut PSSI bertanggung jawab bahkan meminta seluruh pengurus mengundurkan diri. Dan, Komnas ham lebih gawat lagi, meminta PSSI dibekukan.
Untuk diketahui oleh Komnas ham, satu klub saja bubar, dampak keekonomian yang akan terganggu sudah demikian rupa. Apalagi jika seluruh kegiatan kompetisi sepakbola dibekukan.
Maka, ratusan ribu jiwa terancam tak bisa memperoleh penghasilan. Jika itu dilakukan, bukankah Komnas ham telah melanggar ham?
Maaf, ini hanya pendapat pribadi. Atau, mungkin saja Komnas ham sudah menyiapkan pekerjaan dan penghasilan untuk ratusan ribu jiwa itu.
Entahlah, saya tidak ingin larut dalam penilaian. Hanya saja terkadang bingung, siapakah yang sesungguhnya sudah bekerja dengan baik, tetapi bencana yang tak diundang datang.
Mereka dimaki, dicerca, dihakimi dan divonis tanpa dasar yang sungguh-sungguh adil. Hebatnya, mereka seolah-olah mampu mengerjakan seluruhnya lebih baik.
Betul PSSI harus bertanggung jawab. Betul harus ada perubahan dan perbaikan di PSSI. Tapi semua harus melalui proses yang benar.
Sekarang FIFA sudah merespon surat PSSI untuk KLB, malah dimajukan dari 18 Maret ke 6 Februari 2023.
“Saya terkejut atas FIFA yang melanggar statunya sendiri .Surat FIFA dikirim dari Paris dan ditandatangani bukan oleh SekJen FIFA.
Keputusan yang sepenting ini disetujui hanya oleh seorang Ketua Nasional Asosiasi.
Sungguh aneh, sungguh di luar kelaziman,” kata Dali Tahir, satu-satunya orang Indonesia yang pernah menjadi anggota Komite Etik FIFA.
Lalu, siapa yang sesungguhnya yang sedang mendompleng dan mencari keuntungan untuk diri sendiri dan atau untuk kelompok?
Pekik yang mereka keluarkan, serta perjuangan yang sedang mereka mainkan, seolah upaya murni. Anehnya oknun-oknum yang seperti ini punya pengikut luar biasa fanatiknya.
Nah, di bawah ini saya kutip alinea 1 dan 2 dari berita koran Kompas tentang penyebab kematian di Kanjuruhan:
KOMPAS — Tim Investigasi harian Kompas mendapatkan dua dokumen hasil pengujian laboratorium atas sampel gas air mata yang ditembakkan polisi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, seusai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya di ajang BRI Liga 1 Indonesia, Sabtu (1/10/2022).
Hasil uji di dua laboratorium ini mengungkap, selain senyawa CS gas yang menjadi komponen utama gas air mata, setidaknya ada empat senyawa lain yang ditemukan.
Hasil uji laboratorium salah satu perguruan tinggi negeri di Jatim menemukan, komponen utama gas air mata adalah O-chlorobenzylidene malononitrile sebanyak 49,6 persen.
Senyawa ini dikenal dengan sebutan CS gas. Namun, ada empat komponen ikutan hasil penguraian CS gas yang ditemukan, yakni 2-chlorobenzaldehyde (36,5 persen), 0-chloropropylbenzene (11,6 persen), benzene (1,2 persen), dan benzyl dichloride (1,1%).
Masih belum jelaskah penyebab tragedi Kanjuruhan? Masih belum percayakah dengan hasil labolatorium yang dimuat Kompas dan media-media lainnya?
Dari hati yang paling dalam, saya mengajak semua pihak untuk berpikir dengan tenang.
Saya mengajak kita semua berdoa bagi para korban Kanjuruhan dan untuk anak-anak kita yang meninggal karena keracunan obat, agar semuanya ditempatkan di sisi Allah SWT. Aamiin ya Rabb…
Ingat, Allah tidak tidur. Allah bahkan tahu apa yang belum kita lakukan. Allah telah menyiapkan pahala bagi kita yang membuat kebaikan.
Sebaliknya, Allah pasti tak ragu menyiapkan pembalasan. “Dan janganlah sekali-kali engkau menyangka Allah lalai dari apa yang dilakukan oleh orang-orang yang berbuat zalim. Sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai hari di mana pandangan-pandangan terbelalak.” (QS Ibrahim: 42)
Semoga bermanfaat…
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Arahnews.com, semoga bermanfaat.