ARAHNEWS.COM – Kinerja GoTo masih jeblok, fundamental bisnis “bakar uang” rapuh. Rugi Q2/2022 tercatat Rp7,56 triliun, lebih besar dari rugi Q1/2022 sebesar Rp6,57 triliun.
Akumulasi rugi per Juni 2022 juga meningkat menjadi Rp92,8 triliun, mungkin akan mencapai Rp100 triliun per September 2022 ini.
Maka itu, GoTo perlu suntikan likuiditas, untuk menghindari bangkrut. Targetnya Rp15,5 triliun. Mungkin untuk keperluan pendanaan 2 kuartal.
Tidak heran, harga saham GoTo merosot terus, harga saham per hari ini Rp206 per saham. Not Bad untuk perusahaan yang sedang rugi.
Baca Juga:
Analis Memperkirakan Rupiah Melemah di Tengah Kekhawatiran Kebijakan Tarif Trump
Fitur AI Canggih di ASUS ZenBook S 14 OLED (UX5406) Copilot+ PC yang Wajib Anda Ketahui
Bahas Kerja Sama Ekonomi Indonesia – Tiongkok, Airlangga Hartarto Terima Kunjungan Dubes Wang Lutong
Atau tepatnya perusahaan yang tidak pernah mendapat untung sejak didirikan 10-12 tahun yang lalu.
Artinya, secara matematis, harga saham GoTo seharusnya anjlok lebih tajam lagi.
Selain itu, GoTo tidak akan mampu bagi dividen, dan tidak boleh bagi dividen, selama masih ada akumulasi rugi, yang kemungkinan besar akan semakin membesar.
Kalau begitu, apa yang diharapkan investor membeli saham GoTo?
Baca Juga:
Di Tempat Pembuangan Sampah Kawasn Pancoran, Jaksel Ditemukan Sesosok Jasad Bayi Perempuan
Sapulangit Media Center Gandeng Rilispers.com Pasarkan Publikasi Press Release di 150+ Portal Berita
Apa yang diharapkan Telkomsel, anak perusahaan BUMN Telkom, dengan investasi “spekulatif” Rp6,4 triliun di saham GoTo? Tidak jelas!
Yang jelas, investasi Telkomsel di GoTo sekarang sudah rugi lagi, mendekati Rp1,6 triliun.
Karena tidak ada dividen, maka pengembalian investasi diharapkan dari kenaikan harga saham. Apakah mungkin?
Sepertinya hampir mustahil. Bagaimana mungkin harga saham perusahaan yang sedang rugi bisa naik? Kecuali ada yang menaikkan!
Baca Juga:
Kebutuhan Cadangan Beras Pemerintah, Indonesia akan Tambah Kuota Impor Beras Sebanyak 1 Juta Ton
Masa waktu _lock-up_ 8 bulan akan segera berakhir, 30 November yang akan datang.
Artinya, pemegang saham pendiri (lama) boleh menjual sahamnya. Exit. Siapa yang akan beli saham tersebut? Investor lokal? Hati-hati nantinya mangkrak!
Bagi pemegang saham lama, kalau bisa jual dengan harga Rp100 per saham, mereka sudah balik modal.
Kalau Rp200 per saham, mereka akan untung 100 persen dari investasi mereka di GoTo.
Maka itu, mereka berkepentingan menjaga harga saham tetap tinggi.
Dalam kondisi normal, investasi BUMN di perusahaan seperti ini bisa dianggap bermasalah, bisa menjadi temuan kerugian negara.
Kondisi normal artinya KPK independen, dan profesional. Tapi saat ini kondisi sedang tidak normal. Telkom dan Telkomsel aman-aman saja.
Waspada, resesi dunia kian dekat. Resesi juga akan mampir ke Indonesia.
Bagaimana dengan prospek GoTo? Bagaimana dengan investasi “spekulatif” Telkomsel?
Sulit berharap ada berita baik, kinerja GoTo akan semakin gelap gulita.
Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies.***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Arahnews.com, semoga bermanfaat.