Inilah Alasannya, Mengapa Krisis Moneter dan Krisis Ekonomi Semakin Sudah Dekat

Avatar photo

- Pewarta

Sabtu, 19 November 2022 - 21:48 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi. Perekonomian dunia sedang mengalami penurunan. (Pixabay/Geralt)

Ilustrasi. Perekonomian dunia sedang mengalami penurunan. (Pixabay/Geralt)

ARAHNEWS.COM – Suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat, the Fed, sudah naik dari 0 persen menjadi 4 persen, untuk mengendalikan inflasi yang sangat tinggi.

Sayangnya, kenaikan suku bunga the Fed sejauh ini masih belum dapat mengatasi inflasi sesuai harapan.

Inflasi Oktober 2022 masih cukup tinggi yaitu 7,7 persen. Meskipun turun dibandingkan inflasi September 2022 yang sebesar 8,2 persen

Inflasi Oktober ini masih terbilang cukup tinggi, jauh lebih tinggi dari target inflasi the Fed sebesar 2 persen.

Selain itu, inflasi bulanan pada Oktober 2022 masih naik 0,4 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Maka itu, diperkirakan the Fed sepertinya masih akan menaikkan suku bunga pada rapat dewan gubernur (FOMC) bulan Desember yang akan datang, menjadi antara 4,50 persen hingga 4,75 persen.

Kenaikan suku bunga the Fed harus diikuti oleh kenaikan suku bunga bank sentral negara-negara lainnya.

Kalau tidak, dolar akan hengkang, kurs terdepresiasi. Ini terjadi dengan rupiah.

Bank Indonesia terlambat merespons kenaikan suku bunga the Fed sehingga kurs anjlok, dan cadangan devisa terkuras.

Suku bunga acuan Bank Indonesia hanya naik menjadi 5,25 persen. Kenaikan ini agak terlambat.

Di samping juga tidak cukup tinggi sehingga selisih bunga acuan antara Bank Indonesia dengan the Fed terbilang sangat kecil, memicu dolar keluar dari Indonesia.

Bank Indonesia sepertinya tidak mempunyai pilihan lain lagi, kecuali juga menaikkan suku bunga acuan pada bulan depan, menjadi antara 5,75 persen atau 6,00 persen.

Kenaikan suku bunga Bank Indonesia membuat suku bunga kredit juga ikut naik, kemungkinan akan menjadi lebih dari 10 persen.

Semua ini akan menekan aktivitas ekonomi. Konsumsi dan investasi akan melemah.

Anjloknya kurs rupiah membuat harga barang-barang import menjadi lebih mahal, memicu inflasi, mengurangi daya beli dan konsumsi masyarakat, dan menekan aktivitas ekonomi.

Ini baru tahap awal, puteran pertama.

Selanjutnya, kenaikan suku bunga the Fed pada saatnya akan berhasil mengendalikan inflasi. Artinya harga komoditas akan turun.

Hal ini membuat pertama, defisit neraca transaksi internasional, yaitu neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan, akan semakin besar sehingga menekan kurs rupiah.

Dan kedua, penerimaan negara akan anjlok, yang pada gilirannya bisa memicu krisis keuangan negara (fiskal).

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Terakhir, arus defisit transaksi internasional akan dibarengi dengan defisit transaksi finansial dari investor portfolio yang hengkang, akan menambah tekanan terhadap kurs rupiah semakin berat, dan bisa semakin terpuruk.

Keluarnya investor portfolio bisa memicu gagal bayar utang luar negeri swasta dan BUMN.

Kalau ini berlanjut semakin banyak kasus gagal bayar, maka niscaya bayang-bayang krisis moneter bisa menjadi kenyataan lagi.

Oleh: Anthony BudiawanManaging Director PEPS (Political Economy and Policy Studies). ***

Klik Google News untuk mengetahui aneka berita, artikel dan informasi dari editor Arahnews.com, semoga bermanfaat.

Berita Terkait

Sektor Keuangan dan Energi Tetap Diminati, Investor Masih Waspada di Tengah Ketidakpastian Pasar
Wamentan Sudaryono Pastikan Daging Sapi dan Kerbau Aman dan Terkendali, Jelang Bulan Suci Ramadhan
Wamentan Sudaryono Sebut Riau Bakal Jadi Percontohan Terbaik Tumpang Sari Jagung dan Cabai di Kebun Sawit
Soal Sertifikat HGB dan HM di Kawasan Pagar Laut, DPR Tegaskan Nusron Wahid agar Batalkan Sertifikat
Resmikan 37 Proyek Listrik di 18 Provinsi, Presiden Prabowo Subianto: Kita Menuju Swasembada Energi
Swasta Lebih Efisien, Lebih Pengalaman, Prabowo: Infrastuktur Sebagian Besar Saya Berikan ke Swasta.
Rapat Perdana Satgas Percepatan Hilirisasi Hampir 2 Jam, Program Hilirisasi Harus Picu Pertumbuhan Ekonomi
Dukung Program Pemerintah 3 Juta Rumah, BNI Targetkan KPR Bersubsidi Naik Jadi Rp1,8 Tiliun pada 2025
Jasasiaranpers.com dan media online ini mendukung program manajemen reputasi melalui publikasi press release untuk institusi, organisasi dan merek/brand produk. Manajemen reputasi juga penting bagi kalangan birokrat, politisi, pengusaha, selebriti dan tokoh publik.

Berita Terkait

Sabtu, 8 Februari 2025 - 10:55 WIB

Sektor Keuangan dan Energi Tetap Diminati, Investor Masih Waspada di Tengah Ketidakpastian Pasar

Kamis, 6 Februari 2025 - 11:53 WIB

Wamentan Sudaryono Pastikan Daging Sapi dan Kerbau Aman dan Terkendali, Jelang Bulan Suci Ramadhan

Sabtu, 25 Januari 2025 - 09:13 WIB

Soal Sertifikat HGB dan HM di Kawasan Pagar Laut, DPR Tegaskan Nusron Wahid agar Batalkan Sertifikat

Selasa, 21 Januari 2025 - 07:37 WIB

Resmikan 37 Proyek Listrik di 18 Provinsi, Presiden Prabowo Subianto: Kita Menuju Swasembada Energi

Sabtu, 18 Januari 2025 - 14:27 WIB

Swasta Lebih Efisien, Lebih Pengalaman, Prabowo: Infrastuktur Sebagian Besar Saya Berikan ke Swasta.

Sabtu, 18 Januari 2025 - 12:02 WIB

Rapat Perdana Satgas Percepatan Hilirisasi Hampir 2 Jam, Program Hilirisasi Harus Picu Pertumbuhan Ekonomi

Rabu, 15 Januari 2025 - 16:46 WIB

Dukung Program Pemerintah 3 Juta Rumah, BNI Targetkan KPR Bersubsidi Naik Jadi Rp1,8 Tiliun pada 2025

Rabu, 15 Januari 2025 - 16:02 WIB

BTN Tegaskan Komitmen Dukung Program Tiga Juta Rumah di Rapat Terbatas Bersama Presiden Prabowo Subianto

Berita Terbaru