ARAH NEWS – Ada kemajuan bagus berupa keputusan Polri untuk melakukan otopsi ulang jenazah Brigadir J yang terbunuh di kediaman rumah dinas Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo.
Hal ini penting untuk menjawab dugaan terjadinya penyiksaan sebelum terjadinya penembakan. Otopsi ulang adalah langkah awal untuk menguak fakta.
Menarik ternyata rencana otopsi ulang ini di samping dokter forensik RSCM juga melibatkan TNI.
Jenderal Andika menyatakan siap membantu. RS yang dilibatkan adalah RSPAD Gatot Subroto, RSPAU Dr Esnawan Antariksa dan RSAL Mintoharjo.
Baca Juga:
CSA Index Oktober Tembus 76,09: Pelaku Pasar Optimis Pemerintahan Baru Akan Dorong Pertumbuhan IHSG
Pelibatan TNI dimaksudkan untuk menghindari intervensi dan menjaga obyektivitas otopsi ulang tersebut.
Meski sebagaimana banyak pengamat sampaikan bahwa ini kasus mudah, akan tetapi keterkaitan dengan jabatan Kadiv Propam atau berimplikasi luas.
Situasi menjadi sulit dan pemeriksaan harus lebih “seksama”. Perlu menjawab kejanggalan dengan fakta obyektif.
Dua kemungkinan dari hasil otopsi ulang yakni tidak ada luka-luka atau luka-luka pada tubuh korban adalah dampak dari peluru yang ditembakan.
Baca Juga:
Minergi Media Luncurkan Portal Tambangpost.com Dukung Hilirisasi Tambang dan Ketahanan Energi
Rencana Pertemuan Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto Ditanggapi Presiden Jokowi
Kedua, memang terbukti bahwa luka dan lainnya adalah akibat dari penganiayaan sebelum terjadi penembakan.
Jika hasil otopsi membuktikan yang kedua, maka apa yang diumumkan oleh Mabes Polri terdahulu menjadi keliru. Konsekuensinya adalah:
Pertama, peristiwa tembak menembak itu tidak ada dan butir-butir peluru yang membekas di tembok itu hanya rekayasa.
Dinilai tidak masuk akal dalam keadaan tidak berdaya korban masih sempat menembak.
Baca Juga:
Kedua, tiga hari mengendap informasi untuk kejadian hari Jum’at dan baru Senin diumumkan kepada publik.
Apa yang terjadi selama tiga hari dan siapa saja yang terlibat dalam pembahasan skenario, dimana posisi Kapolda Metro Jaya?
Ketiga, siapa yang telah menganiaya dengan kejam seperti itu. Untuk kasus pelecehan seksual tentu yang paling tersinggung dan marah atas kejadian tersebut patut mendapat sorotan. Irjen Ferdy Sambo menjadi terperiksa utama.
Keempat, tersangka dapat lebih cepat untuk ditetapkan. Bermain waktu dalam kasus ini tidak konstruktif bahkan terkesan membenarkan adanya rekayasa yang dilakukan intensif.
Apalagi ada laporan Istri Kadiv Propam yang membuka kemungkinan tersangka justru korban Brigadir J atas perbuatan pelecehan dan pengancaman. Case closed.
Kelima, hasil otopsi dengan fakta luka penganiayaan membawa memungkinan pada dua atau lebih tersangka.
Perbuatan pidana penyertaan (deelneming) akan menjadi fokus penyidikan.
Jika di lokasi hanya ada tiga orang di samping korban tewas, maka dugaan tersangka mengarah pada Bharada E bersama Kadiv Propam FS.
Hasil otopsi ulang yang melibatkan dokter forensik berbagai institusi diharapkan mampu menjawab fakta awal dari peristiwa.
Satu pertanyaan utama yang harus terjawab ialah adakah penganiayaan terhadap korban sebelum ditembak atau murni yang dilihat adalah luka tembak akibat “tembak menembak”?
Otopsi ulang atau ekshumasi ditunggu keluarga korban dan masyarakat.
Di samping untuk mengetahui fakta keadaan jasad Brigadir J sebenarnya, juga saatnya menguji kejujuran dan profesionalisme dokter forensik Polri.
Skandal besar yang telah menewaskan anggota Polri ini harus segera terkuak dan dituntaskan.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.***