IARAHNEWS.COM – Pemilu 2024 diprediksi akan seperti yang terjadi pada pilkada DKI Jakarta dengan intensitas dan kuantitas yang lebih masif.
Anies Baswedan yang dinilai dekat dengan kelompok mayoritas muslim tentunya mudah sekali dicap fundamentalis, radikal dan sektarian.
Kondisi 2024 nanti diprediksi mirip seperti tahun 2017 saat pilkada DKI dimana para kontestan politik akan kembali mengangkat isu Politik Identitas untuk menstigmakan ini kepada Anies Baswedan dan kandidat lawannya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal ini tentunya diprediksi berhubungan dengan isu radikalisme akan kembali menjadi gorengan menjelang pilpres 2024 yang akan datang.
Dan situasi ini sudah mulai dapat dirasakan oleh publik akhir-akhir ini.
Politik saling menjatuhkan ini tidak bisa dipungkiri sudah berlangsung. Kita akan melihat bagaimana situasi yang akan terjadi diantara pengusung masing-masing bakal calon presiden.
Saat ini, kita bisa melihat bagaimana moral demokrasi bangsa ini dalam mensikapi perbedaan.
Baca Juga:
Mentan RI Amran Sulaiman Antar Mentan Palestina Usai Bahas Pangan dan Gaza
KPK Gerebek Proyek EDC BRI, Rp28 Miliar Disembunyi di Bilyet!
Hubungan Ekonomi RI‑Saudi Menguat via Lawatan Prabowo Fokus Energi dan Infrastruktur
Jika masih ada unsur saling menjatuhkan lawan politik maka hal ini menggambarkan betapa buruknya etika dan betapa kekanak-kanakan demokrasi di Indonesia.
Tentu saja yang diinginkan publik yang berpikir jernih adalah adanya persaingan sehat dan saling support.
Tidak ada yang menggunakan cara-cara kotor untuk bersaing dengan saling menjatuhkan dan saling membunuh karakter.
Isu radikalisme adalah isu yang sangat mudah ditebak untuk digoreng yang disematkan kepada kaum tertentu dari kaum muslimin.
Baca Juga:
Iran Tak Aman, Pemerintah Evakuasi WNI: “Kami Bergerak Lewat Jalur Darat”
Satu Suara untuk Sudaryono: Dualisme HKTI Resmi Berakhir
‘Gue Bunuh Adek Lo!’: Anak Ancam Ibu Pakai Pisau Usai Tolak Motor
Dan akan dibentur-benturkan dengan nasionalis sehingga seolah-olah kaum islamis dengan stigma radikalis, tidak nasionalis dan sesuatu yang seolah-olah harus diperangi.
Jika kaum ini melekat dengan salah satu capres maka gorengan-gorengan seputar ini akan kembali marak terjadi sebagai upaya untuk menjegal capres tersebut.
Upaya-upaya semacam ini harus dihentikan karena ini akan mempertajam polarisasi di masyarakat.
Tolak ukur keberhasilan demokrasi itu seharusnya membuat masyarakat bersatu, bukan terpecah.
Semua orang terutama para politisi mempunyai tanggungjawab untuk membuat suasana negara ini penuh damai dan tidak terpecah belah.
Energi dan pikiran bangsa ini harus diarahkan kepada hal-hal yang membangun dan mempersatukan. Saling merangkul, bukan memukul.
Baca Juga:
Danantara–Rusia Kembangkan Galangan Kapal Hijau untuk Bangkitkan Maritim Nasional
Prabowo Tetapkan Empat Pulau Sengketa Jadi Milik Aceh
Singapura Tolak Penangguhan Paulus Tannos, KPK Apresiasi Putusan
Para politisi harus mempresentasikan etika demokrasi dengan baik sehingga masyarakat tidak melihat dunia politik menjadi hal-hal yang hina.
Rakyat sudah cukup bosan dengan kiprah-kiprah politisi-politisi yang suka adu domba dan saling menjatuhkan, yang menggunakan money politic dan cara-cara buruk lainnya untuk mencapai tujuan politiknya.
Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik. ***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Arahnews.com, semoga bermanfaat.