ARAH NEWS – Jika mengingat pribahasa mengatakan keledai saja tidak jatuh di lubang yang sama sampai dua kali, ini mungkin pribahasa yang cocok digunakan dalam isu kenaikan BBM saat ini.
Sudah 25 tahun masa reformasi dan selama 22 tahun sejak pemerintahan Gusdur narasi yang digunakan pemerintah dalam kenaikan BBM tidak pernah berubah.
Dua alasan yang selalu disampaikan dan diperdebatkan yaitu pertama subsidi salah sasaran kedua APBN jebol.
Dan yang juga terjadi saat ini narasi yang digunakan oleh pemerintah masih hal yang sama bahwa subsidi salah sasaran dan APBN jebol.
Baca Juga:
Dituntut Bayar Ganti Rugi Rp482 Miliar; Koperasi Unit Desa Delima Sakti Gugat Balik LSM AJPLH
Menko Airlangga Hartartato Beberkan Sejumlah Langkah untuk Tarik Investor Global Masuk Indonesia
Pemerintah sudah berganti-ganti tapi tetap terjebak pada alasan yang sama dan perdebatannya pun sama saja. Artinya bangsa ini tidak mengalami kemajuan. Indonesia perlu mengadopsi arah baru soal BBM ini.
Yang saat ini jadi penguasa mempertahankan argumennya dan oposisi melawannya, dan saat oposisi berkuasa semuanya berbalik, saat berkuasa menggunakan narasi yang sama.
Rakyat saat ini sudah cerdas, tapi saat rakyat jadi policy makers kecerdasannya seolah-olah hilang, selalu memperdebatkan hal yang sama dengan narasi yang sama.
Dari semua pemerintahan, masa pemerintahan SBY konsisten dalam penentuan harga BBM, saat harga minyak dunia naik ikut naik dan saat harga minyak dunia turun ikut turun.
Baca Juga:
KPK Selidiki Kasus di Kementan Soal Korupsi Penggelembungan Harga Asam untuk Kentalkan Karet
Tapi yang terjadi di pemerintahan Jokowi saat ini benar-benar mengganggu logika publik, pemerintah menaikan harga BBM saat harga minyak dunia turun.
Ada inkonsistensi lagi saat beberapa waktu yang lalu pemerintah menyampaikan bahwa APBN surplus, tapi saat ini mengatakan APBN jebol.
Tapi lebih parah lagi, saat masyarakat menderita akibat BBM naik, Erick Thohir mau menaikan gaji para karyawan BUMN dengan alasan untuk menghadapi inflasi.
Sementara rakyat tidak bisa menghadapi inflasi tidak dipikirkan. Semestinya jika ada surplus di BUMN, harusnya dijadikan deviden untuk negara sehingga negara bisa disalurkan untuk rakyat secara adil.
Baca Juga:
Usai Diputuskan Hubungan Asmaranya oleh Sang Pacar, Seorang Pria Berikan Reaksi yang Mengejutkan
Prabowo Subianto dan MBZ Saksikan Pertukaran MoU RI UEA di Bidang Industri hingga Kesehatan
Dalam hal ini Mindset pemerintah yang menganggap bahwa subsidi BBM untuk rakyat ini beban harus dirubah.
Karena yang sebenarnya pemerintah yang menjadi beban rakyat sebab rakyat yang membayar pajak dari mulai gaji, kendaraan, belanja, pbb, dan pajak rutin lainnya. Jadi pemerintah tidak akan ada jika tidak dibiayai rakyat.
Oleh: Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik.***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Arahnews.com, semoga bermanfaat.