ARAHNEWS.COM – Semua kader partai ya cita-citanya jadi ketua umum partai. Kader di partai manapun, semua ingin jadi ketua umum partai.
Beda simpatisan dengan kader. Kalau simpatisan, hanya punya rasa suka. Pendekatannya lebih emosional. Kalau kader, partai itu tempat berkarir. Pendekatannya itu rasional.
Jabatan sebagai ketua umum partai itu puncak karir bagi setiap kader. Maka, keinginan setiap kader untuk menjadi ketua umum partai itu sesuatu yang rasional.
Kalau Jokowi, atau kader PDIP yang lain ingin jadi ketua umum PDIP, itu wajar dan sangat alami. Jokowi kader PDIP, kalau kemudian ingin jadi ketua umum PDIP, itu lumrah.
Sebagai perbandingan saja. Sandiaga Uno pernah ditawari jadi ketua umum PPP. PPP butuh Sandiaga dan Sandiaga butuh lokomotif partai.
Kalau Sandiaga bersedia dan konsolidasi kader PPP menyetujui, bukankah itu hal yang wajar. Ini konteksnya Sandiaga bukan kader PPP.
Sementara Jokowi kader PDIP yang berkarir dari bawah. Mulai dari Walikota Solo, kemudian Gubernur DKI, lalu dua periode menjadi presiden.
Ini bisa jadi modal besar bagi Jokowi jika ingin jadi ketua umum PDIP, menggantikan Megawati.
Jusuf Kalla ketika jadi wakil presiden 2004-2009, juga sukses menggantikan Akbar Tanjung sebagai ketua umum Golkar. Apalagi kalau jadi presiden, tentu lebih mudah lagi.
Jadi, jangan buru-buru menuduh Jokowi tidak tahu terima kasih seandainya ada keinginan menjadi ketua umum PDIP.
Sebagai partai yang sudah berusia 25 tahun, tentu PDIP sudah matang dan moderen. Salah satu ciri partai moderen adalah terbuka.
Termasuk terbuka bagi setiap kader untuk mengembangkan karirnya dan ikut berkontestasi dalam suksesi kepemimpinan partai.
Ini hanya soal kemampuan dan keaempatan. Soal kemampuan, Jokowi presiden dua periode. Tentu tidak diragukan kemampuannya jika memimpin partai.
Soal peluang, bergantung sebesar apa dukungan para kader PDIP terhadap Jokowi.
Kalau dukungan Jokowi lebih besar dari kader-kader lain, tentu peluang untuk jadi ketua umum PDIP sangat terbuka.
Isunya, Puan Maharani yang disiapkan untuk menjadi ketua umum PDIP pasca Megawati. Itu sah-sah saja. Puan juga punya kans cukup besar.
Puan telah melewati proses kaderisasi yang cukup panjang. Mulai anggota DPR, lalu ketua fraksi, kemudian menko dan terakhir ketua DPR.
Dari sisi persiapan dan kemampuan, Puan memiliki cukup syarat. Ditambah lagi bahwa Puan adalah trah Soekarno yang memiliki magnet besar bagi para kader dan simpatisan PDIP.
Kendati demikian, itu semua bukan jaminan Puan akan secara otomatis terpilih jadi ketua umum PDIP. Dalam proses suksesi kepemimpinan partai akan selalu ada dinamikanya.
Belajar dari sejarah Demokrat tahun 2010. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam posisinya sebagai ketua umum sekaligus presiden.
SBY calonkan Marzuki Alie dalam Konggres Demokrat II di Bandung. Tapi, Anas Urbaningrum berhasil mengalahkan calon SBY itu. Ini artinya bahwa politik itu dinamis.
Hal yang sama tidak menutup kemungkinan terjadi di PDIP. Jadi, tidak perlu merespon secara negatif jika muncul isu bahwa Jokowi akan ikut dalam suksesi kepemimpinan PDIP.
Begitu pula dengan munculnya nama Budi Gunawan (Kepala BIN) yang kabarnya juga mendapatkan dukungan untuk ikut suksesi tersebut. Itu hal biasa dalam dinamika politik yang menganut sistem demokrasi.
Pada akhirnya, siapapun yang akan menggantikan Megawati sebagai ketua umum PDIP adalah kader yang memiliki pengaruh dan dukungan kuat di PDIP.
Bisa Jokowi, bisa Puan Maharani, bisa Budi Gunawan. Bisa juga kader lain yang saat suksesi tiba nanti namanya menguat.
Oleh: Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Arahnews.com, semoga bermanfaat.