ARAH NEWS – Setidaknya, aksi mahasiswa ke Senayan telah menciptakan dialektika sehingga jelas pikiran rakyat dan pikiran oligarki.
Kedua pikiran itu apa boleh buat jadi bahan perbincangan di istana dan di kalangan politisi DPR.
Yang ruwet dan kusut dengan sendiirinya terurai. Perkara belum ada kesimpulan itu soal lain.
Para mahasiswa sudah menjalankan fungsinya sebagai kekuatan moral sebatas yang bisa saat ini.
Baca Juga:
CSA Index Oktober Tembus 76,09: Pelaku Pasar Optimis Pemerintahan Baru Akan Dorong Pertumbuhan IHSG
Dengan begitu para oligarki senayan sekarang dalam posisi defensif dan nggak bisa lagi easy going seperti sebelumnya.
Tentu saja mahasiswa bukan faktor penentu politik, namun tindakan aksi mahasiswa punya akibat politis.
Di sinilah saya menangkap kesan adanya kekecewaan beberapa faksi di dalam istana yang berharap akibat politis aksi mahasiswa itu tercipta di istana, bukannya di DPR.
Adanya faksi2 istana yang sedang berebut tuas mesin, demo yang tadinya diharapkan akan jadi katalisator terjadinya revolusi istana dan pergeseran kekuasaan, ternyata kecele.
Baca Juga:
Minergi Media Luncurkan Portal Tambangpost.com Dukung Hilirisasi Tambang dan Ketahanan Energi
Rencana Pertemuan Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto Ditanggapi Presiden Jokowi
Arus listrik sebagai pengantar panas justru mengalir deras ke DPR. Bukannya ke istana.
Meski aksi mahasiswa ke DPR belum maksimal, setidaknya ada atmosfer politik baru.
Sekaligus mewartakan sebuah berita pikiran baru. Bahwa Jokowi akan segera jadi sejarah.
Namun yang krusial ke depan, kita berurusan dengan sumber dan lumbung industri demokrasi berikut pabrik olahannya. Yaitu DPR.
Baca Juga:
Sepertinya, inilah tugas sejarah para mahasiswa di era digital dan medsos saat ini.
Membuka kotak pandora DPR sebagai lumbung industri dan pabrik olahan penghasil demokrasi semu dan demokrasi seolah-olah.
Opini: Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute, artikel dikutip dari akun Instagram @hendrajit2021.*