Presiden Jokowi Ingin Diingat Sebagai Apa? Menguatkan atau Melemahkan Demokrasi?

- Pewarta

Senin, 7 Maret 2022 - 17:06 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Presiden Joko Widodo. (Instagram.com/@jokowi)

Presiden Joko Widodo. (Instagram.com/@jokowi)

ARAH NEWS – Rencana penundaan pemilu mulai memenuhi perbincangan publik dalam beberapa hari terakhir.

Tak main-main, dua Ketua Umum (Ketum) parpol yang langsung menyuarakan hal tersebut.

Dalihnya adalah Indonesia banyak mengalami cobaan dalam beberapa tahun terakhir, seperti pandemi covid, bencana alam, dan kelesuan ekonomi.

Mereka bilang, saat ini merupakan fase pemulihan dari pandemi baik secara kesahatan maupun ekonomi.

Oleh sebab itu, penundaan 1-2 tahun pemilu merupakan sebuah keharusan. Sebenarnya hal itu bukan gagasan baru.

Alasan tersebut tentu mengada-ada. Sebab, tak ada keadaan gentingan yang mendesak yang membuat pemilu harus ditunda.

Contoh tunda pemilu setelah pemilu pertama, 1955 di mana ada pemberontakan DI/TII, PRRI, dan Permesta.

Bila, para ketum parpol berdalih mendengarkan suara rakyat itu sebenarnya suara rakyat mana yang mereka dengar?

Atau mereka memanfaatkan seglintir suara rakyat yang kebetulan sama dengan kepentingannya? Jadi mereka melakukan cherry picking.

Bila mengingat ke beberapa bulan sebelumnya, gagasan serupa juga sudah muncul. Hanya saja, wacananya lebih gamblang dan bukan diinisiasi oleh Ketum parpol.

Gagasan itu adalah penambahan masa jabatan Presiden Jokowi menjadi tiga periode. Hal itu bahkan disampaikan langsung oleh salah satu menteri Jokowi.

Saat itu, Presiden Jokowi dengan tegas merespons bahwa dirinya tunduk dan tegak lurus dengan konstitusi, yaitu menjabat selama dua periode.

Tentu saja, kali ini wacana untuk menunda pemilu juga mesti ditolak oleh Presiden Jokowi.

Keukeuhnya keinginan menunda pemilu oleh para Ketum parpol ini mengisyarakatkan bahwa mereka tak patuh dan juga meragukan komitmen Presiden Jokowi yang tunduk kepada konstitusi.

Oleh sebab itu, Presiden Jokowi juga harus tegas menolak. Sebab langkah tersebut akan memperburuk reputasi dan komitmen Presiden Jokowi terhadap konstitusi dan demokrasi.

Bila Presiden Jokowi mendiamkan atau justru mengiyakan penundaan pemilu. Ini akan menjadi preseden buruk bagi pemerintahan setelah Jokowi; konstitusi bisa “diakali”.

Kehidupan demokrasi di Indonesia yang sudah mapan dengan peralihan kekuasaan yang berjalan sesuai konstitusi akan rusak.

Hal itu juga menciderai cita-cita reformasi. Tak hanya itu, masyarakat akan semakin terpolarisasi bila pemilu ditunda.

Para ketum parpol ini hanya memanfaatkan pendukung fanatik Jokowi dan kemudian mereka akan berhadapan dengan pendukung Jokowi yang rasional yang tidak ingin pemilu ditunda, dan mereka yang sebelumnya anti-jokowi serta kelompok masyarakat sipil lainnya.

Dalam berkuasa, pemerintahan tak hanya berpikir apa dan bagaimana kekuasaan dibangun dan dijalankan, tetapi juga ingin diingat sebagai pemerintah yang apa?

Apakah pemerintah yang menguatkan demokrasi atau melemahkan demokrasi?

Opini: Virdika Rizky Utama, Peneliti PARA Syndicate

Berita Terkait

Menseskab Pramono Anung Tanggapi Pernyataan Presiden Jokowi Usai Disebut Belum Sampaikan Ingin Mundur
Partai Golkar Gabung dengan PDIP di Pilkada Banten, Bahlil Lahadalia Sebut Sudah Komunikasi dengan KIM
Sebut Cacat Secara Prosedur dan Substansi, PDI Perjuangan Tolak Pembahasan RUU Pilkada Diundangkan
Bahlil Lahadalia Calon Tunggal dalam Pemilihan Ketua Umum Partai Golkar, Dukungan Sudah Capai 83 Persen
PDI Perjuangan Tanggapi Kabar Reshuffle Kabinet, Termasuk Menteri yang Berasal dari Kalangan Kadernya
DPP AMPI Tanggapi Terpilihnya Agus Gumiwang Kartasasmita Sebagai Plt Ketua Umum Partai Golkar
Sohibul Iman atau Ahmad Saikhu? Ini Jawaban Airlangga Soal Cawagub yang akan Dampingi Ridwan Kamil
Angela Tanoesoedibjo akan Dikukuhkan Jadi Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia Per 8 Oktober 2024
Jasasiaranpers.com dan media online ini mendukung program manajemen reputasi melalui publikasi press release untuk institusi, organisasi dan merek/brand produk. Manajemen reputasi juga penting bagi kalangan birokrat, politisi, pengusaha, selebriti dan tokoh publik.

Berita Terkait

Sabtu, 31 Agustus 2024 - 10:03 WIB

Menseskab Pramono Anung Tanggapi Pernyataan Presiden Jokowi Usai Disebut Belum Sampaikan Ingin Mundur

Rabu, 28 Agustus 2024 - 08:03 WIB

Partai Golkar Gabung dengan PDIP di Pilkada Banten, Bahlil Lahadalia Sebut Sudah Komunikasi dengan KIM

Kamis, 22 Agustus 2024 - 14:55 WIB

Sebut Cacat Secara Prosedur dan Substansi, PDI Perjuangan Tolak Pembahasan RUU Pilkada Diundangkan

Selasa, 20 Agustus 2024 - 10:45 WIB

Bahlil Lahadalia Calon Tunggal dalam Pemilihan Ketua Umum Partai Golkar, Dukungan Sudah Capai 83 Persen

Kamis, 15 Agustus 2024 - 18:38 WIB

PDI Perjuangan Tanggapi Kabar Reshuffle Kabinet, Termasuk Menteri yang Berasal dari Kalangan Kadernya

Rabu, 14 Agustus 2024 - 10:32 WIB

DPP AMPI Tanggapi Terpilihnya Agus Gumiwang Kartasasmita Sebagai Plt Ketua Umum Partai Golkar

Sabtu, 10 Agustus 2024 - 08:48 WIB

Sohibul Iman atau Ahmad Saikhu? Ini Jawaban Airlangga Soal Cawagub yang akan Dampingi Ridwan Kamil

Senin, 5 Agustus 2024 - 15:18 WIB

Angela Tanoesoedibjo akan Dikukuhkan Jadi Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia Per 8 Oktober 2024

Berita Terbaru