Nancy Pelosi Datang, China Melawan: Dunia Butuh Tatanan Dunia Baru

Avatar photo

- Pewarta

Senin, 8 Agustus 2022 - 15:03 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Nancy Pelosi. (Dok. Nancy)

Nancy Pelosi. (Dok. Nancy)

ARAH NEWS – Dampak dari kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan, China menyatakan menghentikan semua pembicaraan terkait perubahan iklim.

Ternyata bukan itu saja ada 7 langkah lain yang diambil China terkait protes kedatangan Nancy Pelosi ke Taiwan.

China menilai delegasi Pelosi dan AS telah menganggu kedaulatan China.

Harga yang harus dibayar AS sangat mahal diantaranya:

1. China Membatalkan kerja sama Komandan Teater;
2. Membatalkan Pembicaraan Koordinasi Kebijakan Pertahanan (DPCT);

3. Membatalkan Pertemuan Perjanjian Konsultatif Maritim Militer (MMCA);
4. Menangguhkan kerja sama repatriasi imigran gelap;

5. Menangguhkan kerja sama bantuan hukum dalam masalah pidana;
6. Menangguhkan kerja sama melawan kejahatan transnasional;

7. Menangguhkan kerja sama antinarkoba.

Penagguhan pembicaraan tentang perubahan iklim merupakan kerugian besar bagi AS. Karena AS mengharapkan China mengurani emisi carbonnya.

Emisi karbon China sangatlah besar dan terus bertambah, menyebabkan emisi dari negara-negara lain seperti mengecil.

Emisi per orang China sekitar setengah dari AS, tetapi 1,4 miliar penduduknya yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang eksplosif telah mendorongnya jauh di depan negara lain dalam emisi keseluruhannya.

Berdasarkan data dari Global Carbon Project 2021, China memiliki emisi karbon nasional sebesar 2,912 juta ton per tahun.

Sementara AS hanya 1,286 juta ton karbon per tahun. Indonesia sekitar 161 juta ton karbon pertahun.

Melihat porsi emisi China dan AS tersebut, jelas keduanya merupakan negara terbesar menghasil karbon

Besarnya emisi karbon tersebut menjadi isu hangat di world economic forum 2022 kemarin.

Presiden China Xi Jinping mengatakan negaranya akan menargetkan emisinya mencapai titik tertinggi sebelum 2030 dan netralitas karbon dicapai pada 2060.

Namun komitmen tersebut akan ditangguhkan. Dengan begitu tidak hanya AS yang rugi namun seluruh populasi manusia.

Seluruh negara di Dunia akan terus mengalami musim kering yang buruk dan musim dingin yang ekstrem akibat rusaknya lingkungan yang mengakibatkan perubahan iklim yang lebih panas.

Jelas sudah, Provokasi AS dan Tindakan China tersebut merugikan ras manusia keseluruhan terutama terkait perubahan iklim.

Potensi kerugian ras manusia tersebut hanya saja tidak ada kekuatan yang mampu menghentikannya, tidak juga PBB, tidak juga G20.

Dunia membutuhkan Tatanan Dunia Baru

Konflik Ukraina-Rusia sudah berlangsung lebih dari 165 hari. Dewan Keamanan PBB tidak mampu menghentikannya.

Begitu PBB menyusun resolusi mengecam konfik tersebut, Rusia langsung mengveto.

Begitu juga bila perang China-Taiwan benar-benar terjadi, Dewan Keamanan PBB diduga tidak akan mampu menyusun resolusi untuk menghentikannya. Dunia benar-benar akan kacau.

Negara-negara yang memiliki kekuatan besar seperti Rusia, China, Amerika, Inggris dan Uni Eropa benar-benar tidak mampu menyelesaikan ketegangan-ketegangan yang saat ini terjadi.

Isu kenaikan iklim dan perubahan cuaca terasa dalam level yang memprihatinkan.

Bukan alih-alih mencapai kesepakatan untuk mencari solusi, kini negara-negara besar tersebut saling mengancam untuk menjadi yang terdepan melakukan kerusakan bagi cuaca dan iklim.

Ketegangan dan Kerusakan yang terjadi saat ini benar-benar harus menyadarkan seluruh ras manusia bahwa kekuatan negara-negara besar saat ini benar-benar menjadi ancaman bagi keberlangsungan dunia dan ras manusia.

Dunia perlu bertindak cepat membangun tatanan dunia baru yang lebih menjamin keberlangsungan kehidupan di dunia.

Prinsip Kekuatan besar yang harusnya disertai tanggungjawab besar ternyata mulai goyah.

Kekuatan besar ditangan penguasa yang egois dan selfis akan menjadi sumber ancaman besar bagi kehidupan.

Oleh karena itu, tatanan dunia baru dibutuhkan untuk merefresh prinsip-prinsip yang kuat yang bertanggungjawab.

Tatanan baru tersebut harus memaksa negara kekuatan besar harus lebih bertanggungjawab terhadap kehidupan dan keberlangsungan ras manusia.

Bukan malah saling memprovokasi yang mengancam satu sama lain dengan kekuatan besarnya.

Oleh: Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik.***

Berita Terkait

10 Perusahaan Amerika Serikat Dilarang Lakukan Aktivitas Ekspor dan Impor dengan Tiongkok, Ini Alasannya
Jimmy Carter Meninggal Dunia, Presiden Tiongkok Xi Jingping Sampaikan Pesan Belasungkawa
Azerbaijan Airlines Bawa Terbang 69 Penumpang Jatuh di Dekat Kota Aktau, Penyebabnya Masih Simpang Siur
FBI Sebut Tersangka Penembak Donald Trump Telah Terpantau Lebih dari Satu Jam Sebelum Kejadian
Calonkan Diri Sebagai Presiden AS Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris Nyatakan Siap
Insiden Penembakan Ayahnya Saat Sedang Kampanye di Butler Pennsylvania, Ivanka Trump Beri Respons
Ambil Tindakan yang Lebih Defensif Terhadap Israel; Militer Republik Islam Iran Nyatakan Tak Ragu
BNSP Perkuat Kolaborasi Sertifikasi Profesi dengan KJRI dan LPK Migran Hongkong dan Macau

Berita Terkait

Senin, 6 Januari 2025 - 09:02 WIB

10 Perusahaan Amerika Serikat Dilarang Lakukan Aktivitas Ekspor dan Impor dengan Tiongkok, Ini Alasannya

Rabu, 1 Januari 2025 - 11:21 WIB

Jimmy Carter Meninggal Dunia, Presiden Tiongkok Xi Jingping Sampaikan Pesan Belasungkawa

Kamis, 26 Desember 2024 - 14:30 WIB

Azerbaijan Airlines Bawa Terbang 69 Penumpang Jatuh di Dekat Kota Aktau, Penyebabnya Masih Simpang Siur

Selasa, 30 Juli 2024 - 07:33 WIB

FBI Sebut Tersangka Penembak Donald Trump Telah Terpantau Lebih dari Satu Jam Sebelum Kejadian

Senin, 22 Juli 2024 - 13:21 WIB

Calonkan Diri Sebagai Presiden AS Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris Nyatakan Siap

Berita Terbaru