ARAH NEWS – Dampak dari kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan, China menyatakan menghentikan semua pembicaraan terkait perubahan iklim.
Ternyata bukan itu saja ada 7 langkah lain yang diambil China terkait protes kedatangan Nancy Pelosi ke Taiwan.
China menilai delegasi Pelosi dan AS telah menganggu kedaulatan China.
Harga yang harus dibayar AS sangat mahal diantaranya:
Baca Juga:
Presiden Prbowo Subianto Pidato Penuh Semangat di Parlemen Turki, Suarakan Dukungan ke Palestina
Sektor Energi dan Keuangan Dinilai Prospektif dalam Laporan CSA Index April 2025
1. China Membatalkan kerja sama Komandan Teater;
2. Membatalkan Pembicaraan Koordinasi Kebijakan Pertahanan (DPCT);
3. Membatalkan Pertemuan Perjanjian Konsultatif Maritim Militer (MMCA);
4. Menangguhkan kerja sama repatriasi imigran gelap;
5. Menangguhkan kerja sama bantuan hukum dalam masalah pidana;
6. Menangguhkan kerja sama melawan kejahatan transnasional;
7. Menangguhkan kerja sama antinarkoba.
Baca Juga:
Lagkah-langkah Strategis Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang Sudah Dilakukan dalam 150 Hari
Ingin Meluruskan Berita Media yang Negatif dan Tidak Berimbang? Ingin Menangkis Serangan Hoax?
Idul Fitri adalah lentera, izinkan membuka tabirnya dengan maaf, agar cahayanya menembus jiwa
Penagguhan pembicaraan tentang perubahan iklim merupakan kerugian besar bagi AS. Karena AS mengharapkan China mengurani emisi carbonnya.
Emisi karbon China sangatlah besar dan terus bertambah, menyebabkan emisi dari negara-negara lain seperti mengecil.
Emisi per orang China sekitar setengah dari AS, tetapi 1,4 miliar penduduknya yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang eksplosif telah mendorongnya jauh di depan negara lain dalam emisi keseluruhannya.
Berdasarkan data dari Global Carbon Project 2021, China memiliki emisi karbon nasional sebesar 2,912 juta ton per tahun.
Baca Juga:
CEO Rosan Roeslani Umumkan Struktur Pengurus Lengkap Danantara, Ada Nama Thaksin Shinawatra
TIENS Indonesia Wujudkan Komitmen Kepedulian Sosial Melalui CSR Ramadhan #HopeForHumanity
Perkuat Ketahanan Sosial Masyarakat, BRI Group Berbagi 100.000 Paket Sembako Bagi di Bulan Ramadan
Sementara AS hanya 1,286 juta ton karbon per tahun. Indonesia sekitar 161 juta ton karbon pertahun.
Melihat porsi emisi China dan AS tersebut, jelas keduanya merupakan negara terbesar menghasil karbon
Besarnya emisi karbon tersebut menjadi isu hangat di world economic forum 2022 kemarin.
Presiden China Xi Jinping mengatakan negaranya akan menargetkan emisinya mencapai titik tertinggi sebelum 2030 dan netralitas karbon dicapai pada 2060.
Namun komitmen tersebut akan ditangguhkan. Dengan begitu tidak hanya AS yang rugi namun seluruh populasi manusia.
Seluruh negara di Dunia akan terus mengalami musim kering yang buruk dan musim dingin yang ekstrem akibat rusaknya lingkungan yang mengakibatkan perubahan iklim yang lebih panas.
Jelas sudah, Provokasi AS dan Tindakan China tersebut merugikan ras manusia keseluruhan terutama terkait perubahan iklim.
Potensi kerugian ras manusia tersebut hanya saja tidak ada kekuatan yang mampu menghentikannya, tidak juga PBB, tidak juga G20.
Dunia membutuhkan Tatanan Dunia Baru
Konflik Ukraina-Rusia sudah berlangsung lebih dari 165 hari. Dewan Keamanan PBB tidak mampu menghentikannya.
Begitu PBB menyusun resolusi mengecam konfik tersebut, Rusia langsung mengveto.
Begitu juga bila perang China-Taiwan benar-benar terjadi, Dewan Keamanan PBB diduga tidak akan mampu menyusun resolusi untuk menghentikannya. Dunia benar-benar akan kacau.
Negara-negara yang memiliki kekuatan besar seperti Rusia, China, Amerika, Inggris dan Uni Eropa benar-benar tidak mampu menyelesaikan ketegangan-ketegangan yang saat ini terjadi.
Isu kenaikan iklim dan perubahan cuaca terasa dalam level yang memprihatinkan.
Bukan alih-alih mencapai kesepakatan untuk mencari solusi, kini negara-negara besar tersebut saling mengancam untuk menjadi yang terdepan melakukan kerusakan bagi cuaca dan iklim.
Ketegangan dan Kerusakan yang terjadi saat ini benar-benar harus menyadarkan seluruh ras manusia bahwa kekuatan negara-negara besar saat ini benar-benar menjadi ancaman bagi keberlangsungan dunia dan ras manusia.
Dunia perlu bertindak cepat membangun tatanan dunia baru yang lebih menjamin keberlangsungan kehidupan di dunia.
Prinsip Kekuatan besar yang harusnya disertai tanggungjawab besar ternyata mulai goyah.
Kekuatan besar ditangan penguasa yang egois dan selfis akan menjadi sumber ancaman besar bagi kehidupan.
Oleh karena itu, tatanan dunia baru dibutuhkan untuk merefresh prinsip-prinsip yang kuat yang bertanggungjawab.
Tatanan baru tersebut harus memaksa negara kekuatan besar harus lebih bertanggungjawab terhadap kehidupan dan keberlangsungan ras manusia.
Bukan malah saling memprovokasi yang mengancam satu sama lain dengan kekuatan besarnya.
Oleh: Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik.***