Mempertanyakan Peran dan Posisi TNI Dalam Penegakan Demokrasi dan Konstitusi Indonesia

Avatar photo

- Pewarta

Senin, 5 Desember 2022 - 11:55 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi prajurit TNI. (Dok. Tni.mil.id)

Ilustrasi prajurit TNI. (Dok. Tni.mil.id)

ARAHNEWS.COM Pada masa pemerintahan orde baru, TNI terlibat cukup jauh dalam politik.

Tidak jarang TNI diberdayakan untuk menjaga keamanan, termasuk mengendalikan protes atau demo warga sipil, atas nama stabilitas politik dan ekonomi.

Pemerintahan orde baru jatuh pada tahun 1998. Peran TNI di dalam politik kemudian dipangkas, tidak diberikan tempat sama sekali di dalam konstitusi amandemen 2002.

TNI berhasil disingkirkan dari peta politik Indonesia. TNI masuk barak.

Pemerintahan Indonesia kemudian beralih menjadi pemerintahan di bawah kendali masyarakat sipil, dengan sistem demokrasi langsung, di mana pasangan presiden dan wakil presiden dipilih rakyat secara langsung.

Pemerintahan sipil ini diharapkan lebih baik dari pemerintahan sebelumnya yang dianggap represif.

Sudah menjadi kepercayaan umum bahwa pemerintahan yang dipimpin masyarakat sipil bisa lebih demokratis, lebih menjamin kebebasan berpendapat.

Lebih adil dalam pembangunan ekonomi, lebih mampu mengendalikan korupsi, dan bisa mewujudkan kebaikan-kebaikan lainnya.

Tetapi, faktanya tidak selalu seperti yang diharapkan. Bahkan jauh dari harapan.

Setelah melaksanakan empat kali pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden (pilpres) secara langsung.

Kondisi demokrasi dan politik di Indonesia sulit dikatakan membaik, malah dalam banyak hal dapat dipastikan memburuk.

Pemilu dan pilpres tidak mencerminkan free and fair. Sebaliknya, masyarakat melihat banyak terjadi pelanggaran,  kecurangan dan manipulasi.

Pelanggaran terhadap peraturan dan undang-undang semakin transparan, tanpa malu, dan tanpa takut.

Seakan-akan hukum tidak berlaku lagi bagi para pejabat: eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Bahkan pelanggaran konstitusi juga bukan hal yang mengkhawatirkan.

Karena legislatif dan yudikatif sudah tidak berfungsi, mereka telah bersatu dan berkolaborasi dengan eksekutif.

DPR praktis tidak menjalankan fungsi dan tugas konstitusinya. Tidak menjalankan fungsi pengawasan secara memadai terhadap eksekutif, terhadap pengelolaan keuangan negara dan APBN.

Sehingga (berpotensi besar) merugikan keuangan negara, antara lain terkait proyek infrastruktur, subsidi, bantuan sosial, impor-ekspor, dan lainnya.

DPR menyetujui undang-undang yang menurut masyarakat sangat tidak adil, undang-undang yang bersifat tirani.

Undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi, namun dilindungi oleh Mahkamah Konstitusi. Antara lain, presidential threshold 20 persen.

Dalam bidang ekonomi, terjadi ketimpangan yang sangat serius. Beberapa gelintir pengusaha, termasuk asing, menguasai kekayaan sumber daya alam dalam jumlah sangat besar.

Sedangkan kehidupan masyarakat di daerah pertambangan sangat miskin. Daerah pemilik tambang juga miskin.

Semua ini bertentangan dengan Konstitusi: bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Masyarakat tentu saja melakukan protes atas ketidakadilan dan pelanggaran terhadap undang-undang dan konstitusi tersebut. Dengan harapan pemerintah melakukan koreksi.

Tetapi, semua itu tidak ada arti. Protes dan unjuk rasa dijaga sangat ketat, tidak jarang terjadi represif.

Kritik dapat disangkakan sebagai ujaran kebencian, penghinaan, atau penghasutan yang dapat dipidana, menggunakan undang-undang ITE (informasi dan transaksi elektronik) atau undang-undang No 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.

Kebebasan berpendapat di pemerintahan sipil ternyata ilusi. Pengritik bisa dipenjara, ada yang sampai hampir satu tahun, sejak penyidikan sampai persidangan.

Vonis akhirnya dijatuhkan sesuai masa tahanan, indikasi kuat yang bersangkutan tidak terbukti bersalah.

Dengan kondisi negara seperti ini, demokrasi semu, konstitusi terancam, di mana posisi TNI?

Apakah TNI diam saja melihat sistem demokrasi dan konstitusi dirusak, yang berpotensi besar membawa negara ini masuk krisis multi dimensi?

Apakah TNI hanya menonton saja masyarakat sipil melakukan perlawanan, protes dan demo, terus-menerus, meskipun berpotensi banyak korban berjatuhan?

Di mana posisi TNI? Di mana posisi TNI dalam penegakan demokrasi dan konstitusi?

Di mana TNI? Bkankah prajurit TNI adalah bayangkari negara dan bangsa Indonesia? (Bersambung ke bagian 2)

Oleh: Anthony BudiawanManaging Director PEPS (Political Economy and Policy Studies). ***

Berita Terkait

Lakukan Perbaikan Citra dan Pulihkan Nama Baik, Beginilah 5 Jalan yang Dilakukan oleh Press Release
Tanggapi Isu Tentang Resufle Menteri di Kabinet Merah Putih, Ini Tanggapan Ketum Golkar Bahlil Lahadalia
Gusdurian Minta Usut Tuntas, Pagar Laut Bukti Pelanggaran Hukum Pihak Tertentu dan Pemerintah
Ketua KPK Tanggapi Soal Kabar Belum Ditahannya Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Karena Alasan Politik
Masih Belum Jelas, Kepastian Waktu Pertemuan Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Prabowo Subianto
Sikap Politik PDIP Terhadap Pemerintahan Presiden Prabowo Diungkap oleh Sekjen Hasto Kristiyanto
Usai Ketua Umum Megawati Soekarnoputri Dituntut Mundur, Puan Maharani Ungkap Kondisi PDIP Terkini
PDI Perjuangan Ungkap Alasan Hasto Kristiyanto Siapkan Pledoi atau Pembelaan Dìri dalam 7 Bahasa

Berita Terkait

Senin, 28 April 2025 - 07:17 WIB

Lakukan Perbaikan Citra dan Pulihkan Nama Baik, Beginilah 5 Jalan yang Dilakukan oleh Press Release

Sabtu, 8 Februari 2025 - 14:52 WIB

Tanggapi Isu Tentang Resufle Menteri di Kabinet Merah Putih, Ini Tanggapan Ketum Golkar Bahlil Lahadalia

Rabu, 29 Januari 2025 - 07:52 WIB

Gusdurian Minta Usut Tuntas, Pagar Laut Bukti Pelanggaran Hukum Pihak Tertentu dan Pemerintah

Rabu, 15 Januari 2025 - 11:02 WIB

Ketua KPK Tanggapi Soal Kabar Belum Ditahannya Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Karena Alasan Politik

Selasa, 14 Januari 2025 - 06:40 WIB

Masih Belum Jelas, Kepastian Waktu Pertemuan Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Prabowo Subianto

Berita Terbaru