ARAHNEWS.COM – Rastra Sewakottama atau “abdi utama dari nusa dan bangsa”—adalah brata pertama dari Tribrata (tiga kaul) yang menjadi falsafah, semboyan, prinsip atau pedoman hidup anggota Polri.
Sejak diikrarkan pada 1 Juli 1954, prinsip itu mengharuskan seorang anggota Polri untuk bertindak sebagai abdi sekaligus pelindung dan pengayom masyarakat.
Dengan prinsip luhur tersebut, anggota Polri—di manapun dia berada—harus menjauh dari sikap maupun tindak layaknya Penguasa.
Menjadi pelayanan atau abdi masyarakat adalah norma yang wajib dipeluk oleh seluruh personil Kepolisian.
Namun faktanya, tidak semua anggota Polisi mampu memeluk norma tersebut dalam kehidupannya sebagai abdi negara.
Berdasarkan catatan Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) tahun lalu, sekitar tiga hingga empat ribu aduan terkait buruknya pelayanan Polri berhasil diakomodir.
Dari data itu, Kompolnas menyebut 80 persen diantaranya terkait dengan dugaan buruk pelayanan Polri. Dan divisi yang paling banyak dilaporkan adalah soal kinerja Reserse.
Menjawab persoalan di atas, sejatinya Polri telah membuat sebuah wadah bagi masyarakat untuk memproses pengaduan masalahnya dengan cepat dan tepat.
Polri dalam hal ini, yaitu Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) telah merancang sebuah layanan aduan berbasis digital bernama Propam Presisi.
Aplikasi Propam Presisi
Aplikasi Propam Presisi resmi diluncurkan pada tanggal 22 Juni 2021 di era Mantan Kadiv Propam, Irjen Pol. Ferdy Sambo.
Aplikasi ini merupakan tindak lanjut dari aplikasi Dumas Presisi yang melayani pengaduan masyarakat terkait kinerja Kepolisian dari Sabang hingga Merauke.
Bermodalkan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, Aplikasi ini diharapkan mampu mempersempit ruang gerak “Polisi Nakal” di Indonesia.
Dibuatnya aplikasi Propam Presisi tentu sangat relevan dengan perkembangan zaman.
Di samping sifatnya yang memudahkan masyarakat untuk membuat aduan terkait kinerja Kepolisian, dibuatnya aplikasi Propam Presisi juga ditujukan sebagai saluran.
Untuk mengedukasi masyarakat agar tidak semena-mena mengumbar dan memviralkan kesalahan yang dilakukan oleh segelintir anggota Polri di lapangan.
Tantangan Polri
Sebagai manifestasi dari transformasi pengawasan, hadirnya aplikasi Propam Presisi diharapkan mampu memproses dan menindaklanjuti setiap aduan masyarakat terkait oknum Polri dengan cepat.
Namun lebih dari satu tahun aplikasi itu resmi diluncurkan di Play Store, aplikasi itu hanya mendapatkan rating 3,8, menerima 539 ulasan dan diunduh lebih dari 50.000 orang.
Dalam hemat penulis, hadirnya Aplikasi Propam Presisi seharusnya menjadi kabar baik bagi masyarakat, sekaligus menjadi kabar buruk bagi oknum Kepolisian.
Namun satu hal yang belum terbaca atau terpetakan dengan baik oleh Polri adalah: rendahnya animo masyarakat Indonesia untuk mengakses informasi publik seperti administrasi, peraturan atau Undang-Undang, pelayanan dan pengaduan publik.
Berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), persentase masyarakat Indonesia mengakses layanan publik berbasis digital tidak lebih dari 15 persen.
Dan data ini berbanding terbalik dengan pemanfaatan internet untuk keperluan lainnya seperti hiburan, fashion, bisnis, pendidikan dan lainnya yang jumlahnya mencapai 87,13 persen.
Melihat data tersebut, penulis menemukan dua pertanyaan besar.
Pertama, apakah rendahnya animo masyarakat mengakses layanan publik berbasis digital disebabkan karena rendahnya kesadaran pemerintah dalam melakukan inovasi berbasis teknologi.
Atau yang kedua: rendahnya transparansi pemerintah dalam mengimplementasikan e-goverment.
Solusi
Produk layanan publik berbasis teknologi seperti Aplikasi Propam Presisi harus didorong dengan melakukan inovasi agar lebih membumi.
Melihat peluang meningkatnya penggunaan internet masyarakat, Polri sudah seharusnya mulai meninggalkan pelayanan konvensional yang terkenal antri, menguras tenaga dan waktu waktu serta berbelit-belit.
Dalam hemat penulis, aplikasi Propam Presisi perlu memanfaatkan setidaknya tiga strategi promosi.
Pertama, memanfaatkan media sosial dari sejumlah provider sebagai akses utama untuk mempromosikan Aplikasi Propam Presisi.
Dalam hal ini, penulis yakin Polri mampu melakukan itu. Karena, jumlah personil yang mencapai 450 ribu bisa dimanfaatkan untuk mempromosikan aplikasi tersebut ke seluruh platform media sosial.
Kedua, Polri juga bisa memanfaatkan jasa influencer seperti selebritis dan tokoh masyarakat.
Dengan bermodalkan popularitas, jutaan follower aktif serta ditopang dengan gaya komunikasi publik yang mumpuni, penulis yakin mereka bisa dilibatkan untuk mempromosikan aplikasi tersebut kepada masyarakat umum.
Ketiga, Polri bisa memanfaatkan organisasi mahasiswa atau pemuda di seluruh Indonesia.
Bagi penulis, mereka adalah salah satu aktor yang bisa diberdayakan untuk mengembalikan trust society (Kepercayaan Publik) Polri yang tengah menurun.
Bagi penulis, mereka bisa menjadi partner kritis Polri untuk mempercepat reformasi di tubuh Kepolisian sebagaimana yang digaungkan dalam Program Polri Presisi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Oleh: Romadhon Jasn, Koordinator Jaringan Aktivis Nusantara (JAN).***