ARAH NEWS – Kasus pembunuhan Bigadir Yosua Hutabarat (9/7/2022) telah terungkap lebih dari dua bulan. Namun hasil penyelidikan tak kunjung tuntas untuk segera disidik Kejaksaan Agung.
Tampaknya perkara seksual terus digiring untuk dijadikan sebagai motif pembunuhan, dan terus dipaksakan untuk diterima publik.
Padahal selama proses penyelidikan berlangsung, terungkap pula berbagai dugaan kasus kejahatan sistemik skala besar.
Modus mafia, yang sangat tidak layak dilakukan aparat kepolisian sebagai dan pencegah dan pembrantas kejahatan.
Baca Juga:
Genjot Ekspor Komoditi Pertanian Nasional ke Jepang, Wamentan Sudaryono Gandeng BI di Tokyo
Aparat Satgasus bertindak sebaliknya: membunuh rakyat dengan sadis dan terlibat pula dalam berbagai dugaan kasus kriminal sistemik modus mafia, yang antara lain adalah sbb:
1. Operasi sebar dana puluhan miliar Rp oleh Sambo kepada sejumlah oknum pejabat negara dan lembaga/komisi negara.
Untuk merekayasa skanario palsu dan menutup kasus sebenarnya, yang dapat dikategorikan sebagai suap/gratifiksasi (17/8); IPW menyampaikan bahwa guyuran dana Sambo juga mengalir ke DPR (18/8);
2. Ibarat praktek gank mafia, “pendukung” Sambo di tubuh Polri masih terus melakukan perlawanan untuk “menolong” Sambo.
Baca Juga:
CSA Index Oktober Tembus 76,09: Pelaku Pasar Optimis Pemerintahan Baru Akan Dorong Pertumbuhan IHSG
Dan juga mengamankan berbagai kepentingan, termasuk tentang Dana BESAR. Terjadi perang kepentingan di tubuh Polri (3/9);
3. Komisioner Kompolnas membenarkan penemuan Rp 900 miliar di rumah Sambo. Kadiv Humas Polri membantah adanya bungker di rumah Sambo.
Namun Polri tidak membantah temuan sejumlah besar uang dalam penggeledahan rumah Sambo (30/8);
4. Menurut Pengacara Keluarga Yosua, Kamarudin Simanjuntak, ada aliran dana Rp 800 miliar – Rp 1 triliun per bulan antara Sambo dan ajudan.
Baca Juga:
Minergi Media Luncurkan Portal Tambangpost.com Dukung Hilirisasi Tambang dan Ketahanan Energi
Rencana Pertemuan Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto Ditanggapi Presiden Jokowi
Dana tersebut bisa saja mengalir hingga jauh ke oknum-oknum lembaga negara, yang dapat tersandera mafia Sambo (15/8);
5. Konsorsium 303 yang dipimpin Ferdy Sambo diduga kuat sebagai pelindung bandar judi. Kode angka 303 merujuk pasal 303 KUHP tentang tindak pidana perjudian (29/8);
6. PPATK mendeteksi dana Rp155 Triliun dari judi online mengalir ke sejumlah kalangan, mulai dari polisi, ibu rumah tangga, hingga PNS (13/9);
7. Dengan besarnya dana yang dikompilasi, terpantau adanya jejak Sambo yang mendukung seorang politisi tertentu (belakangan sedikit “redup”) untuk menjadi Capres 2024 (20/9);
8. Adanya hubungan antara Sambo, dana judi online sebesar Rp155 triliun milik Konsorsium 303, dengan pengusaha RBT dan Yoga Susilo dalam kaitan pemberian dukungan kepada Capres 2024 tertentu (20/9);
9. Diduga ada gratifikasi penggunaan privat jet milik pengusaha RBT oleh Brigjen Pol. Hendra Kurniawan dkk., dalam perjalanan ke Jambi (11/7) menemui keluaga Yosua (19/9).
Karena yang terlibat dugaan pembunuhan sadis Yosua dan berbagai kasus lain yang terungkap di atas, serta adanya jajaran perwira tinggi terlibat merekayasa skenario palsu.
Bahkan hingga melibatkan lembaga-lembaga dan sejumlah komisi negara, maka kejahatan seputar kasus Sambo dapat dikatakan sebagai ultimate crime against humanity and the nation.
Kasus Sambo yang melibatkan Satgasus dapat dikatakan sebagai kejahatan puncak terhadap kemanusiaan dan negara.
Maka penuntasan kasus-kasusnya pun bukan sekedar basa-basi dan retorika! Apalagi yang menyelidiki hanyalah diri/lembaga sendiri, meskipun disebut Timsus Polri.
Presiden sudah empat kali meminta agar kasus pembunuhan Yosua diusut tuntas.
Kata Jokowi: “Sejak awal saya sampaikan, usut tuntas, jangan ragu-ragu, jangan ada yang ditutup-tutupi, ungkap kebenaran apa adanya” (9/8/).
Namun kita belum pernah mendengar sikap Presiden khusus terkait penuntasan dugaan kasus kriminal sistemik berkategori mafia, yang dilajukan Satgasus.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Yang meliputi peredaran narkoba, perlindungan perjudian on dan offline, perizinan tambang, dan lain-lain, yang secara keseluruhan bernilai puluhan hingga ratusan triliun Rp.
Padahal kejahatan-kejahatan ini jenis dan dampaknya kepada negara dan rakyat jauh lebih besar dibanding kasus pembunuhan.
Jenis, skala dan level kejahatan Konsorsium 303 dan Satgasus jelas lebih tinggi, besar dan berat.
Terutama karena menyangkut dana ratusan triliun Rp yang didapat dari cara HARAM, bebas kewajiban PAJAK dan dikontrol pula oleh lembaga berkategori MAFIA yang bernama Satgasus Polri.
Apalagi tampaknya dana tersebut sedang dipersiapkan untuk mendukung politisi dan pejabat tertentu memenangkan Pilpres 2024.
Maka, jangan-jangan pemenang Pilres 2024 adalah pasangan calon dukungan Konsorsium 303, Satgasus dan oknum-oknum penguasa yang berkuasa saat ini.
Nama paslon tersebut sempat beredar luas di sosial media, seperti disinggung di atas.
Karena itu, sangat wajar jika rakyat menuntut agar Presiden Jokowi .mengambil posisi terdepan untuk mengusut kejahatan berkategori MAFIA yang dilakukan Satgasus.
Tak cukup bagi Jokowi hanya berbasa-basi dan retorika memerintahkan pengusutan tuntas kasus Yosua.
Memang Presiden Jokowi sudah mengeluarkan perintah tersebut sebanyak empat kali.
Jika penyelidikan kasus Yosua tak kunjung selesai dan digiring pula menjadi kasus minimalis sebagai perkara seksual, maka rakyat bisa mengartikan Presiden telah dilecehkan bawahan, yakni Timsus/Polri.
Namun rakyat bisa pula mengartikan bahwa Presiden hanya beretorika. Persepsi spekulatif rakyat ini antara lain bisa saja disebabkan karena penyelesaian kasus hanya dilakukan Polri.
Pembiaran penanganan yang berlarut-larut, hukuman tak tegas kepada aparat pelaku obstruction of justice, terlibat dalam pembentukan Satgasus, dll.
Bahkan muncul pula spekulasi bahwa sikap tak tegas Presiden Jokowi disebabkan karena “mendapat manfaat dari keberadaan Satgasus”.
Spekulasi yang berkembang di masyarakat bisa sangat beragam dan sarat kecurigaan. Hal tersebut bisa pula menjadi keyakinan rakyat.
Spekulasi ini lumrah terjadi karena faktanya penanganan kasus Yosua sangat tidak optimal. Bahkan kasus-kasus Satgasus malah coba diredam dan disembunyikan.
Apa pun itu, kita menuntut Presiden Jokowi untuk bersikap jelas dan tegas, terutama atas kejahatan sistemik berkategori mafia yang dilakukan Satgasus.
Hal ini juga untuk memperjelas bahwa Presiden Jokowi tidak terlibat kasus-kasus kejahatan Satgasus.
Maka, Pak Jokowi, terbitkanlah perintah agar Satgasus Polri diaudit secara menyeluruh oleh Auditor Independen.
Terungkap adanya dana yang diduga mengalir ke DPR. Karena itu, DPR perlu mengklarifikasi dan sekaligus mengkonter isu tersebut dengan meminta Auditor Independen untuk segera mengaudit Satgasus
Dengan lingkup dan skala kejahatan sistemik kategori mafia oleh Satgasus Polri, termasuk Konsorsium 303, maka tidak benar dan sangat absurd, sarat rekayasa.
Dan dapat dikategorikan sebagai kejahatan pula oleh penyelenggara negara yang berkuasa saat ini, jika penyelesaiannya hanya sebatas proses hukum atas pembunuhan Brigadir Yosua.
Apalagi, sejauh ini, yang melakukan penyelidikan adalah Polri sendiri, dan motifnya pun telah diarahkan hanya karena masalah seksual. Indonesia bisa hancur!
Oleh: Marwan Batubara, TP3-UI Watch, disampaikan dalam sambutan pada Seminar TP3-FKN-FNP-UI WATCH, 21 September 2022.***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Arahnews.com, semoga bermanfaat.