ARAHNEWS.COM – KTT G20 gagal, sudah terbayang sejak lama. Seharusnya Indonesia bersikap realistis atas kemungkinan gagal ini.

Sikap realistis ini akan lebih dihargai, karena kegagalan KTT G20 akibat terjadi perang Rusia dan Ukraina (dengan dukungan NATO). Tepatnya akibat serangan Rusia ke Ukraina.

Perang ini membuat anggota G20 terpecah, bahkan konfrontasi langsung di antara mereka, antara Rusia dan NATO.

Dalam kondisi seperti ini, berapa besar kemungkinan mereka dapat duduk berdampingan di dalam KTT G20 seolah-olah tidak ada apa-apa?

Sebagian besar anggota G20 adalah anggota NATO (7 negara) dan sekutu dekat NATO (3 negara: Jepang, Korea, Australia).

Sikap NATO terhadap Rusia terkait Ukraina sangat jelas. Sejak 2014, NATO mengutuk keras aneksasi (menurut NATO) yang dilakukan Rusia.

Terhadap teritori Ukraina, Crimea, serta tidak mengakui pendudukan ini.

Serangan Rusia ke Ukraina pada Februari yang lalu mendapat respons langsung dari NATO, yang secara terbuka memberi bantuan kepada Ukraina.

Dalam segala hal untuk mempertahankan teritorinya, sekaligus memberi sanksi kepada Rusia.

Bantuan kepada Ukraina datang dari seluruh negara anggota NATO. Tentu saja bantuan dari AS sangat menentukan.

Klik referensinya di sini: ttps://www.npr.org/2022/08/27/1119821471/massive-military-aid-package-to-ukraine-signals-u-s-is-in-war-for-the-long-haul

Oleh karena itu, kegagalan KTT G20 bukan hanya tidak akan menghasilkan komunike dalam bidang apapun.

Tetapi lebih dari itu. Hampir dapat dipastikan Biden dan Putin tidak akan hadir, begitu juga dengan anggota teras NATO lainnya.

Apa artinya KTT G20 tanpa kehadiran langsung kepala negara tersebut, khususnya AS dan Rusia?

Artinya gagal!

Oleh: Anthony BudiawanManaging Director PEPS (Political Economy and Policy Studies.***

Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Arahnews.com, semoga bermanfaat.