ARAH NEWS – Kesehatan merupakan hak setiap warga negara menjadi hak universal di dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) tahun 1948 dan hak yang dilindungi.
Serta diamanahkan oleh Konstitusi Negara UUD RI tahun 1945 Pasal 28H ayat (1):
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Jaminan hak warga negara atas kesehatan diamanahkan kepada Negara sebagaimana tercantum dalam UUD RI tahun 1945 pasal Pasal 34 ayat (3):
Baca Juga:
Analis Memperkirakan Rupiah Melemah di Tengah Kekhawatiran Kebijakan Tarif Trump
Fitur AI Canggih di ASUS ZenBook S 14 OLED (UX5406) Copilot+ PC yang Wajib Anda Ketahui
Bahas Kerja Sama Ekonomi Indonesia – Tiongkok, Airlangga Hartarto Terima Kunjungan Dubes Wang Lutong
“Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.
Negara dalam hal ini pemerintah menjadi aktor utama dalam menjalankan tanggung jawab ini.
Namun dalam perubahan paradigma government menjadi governance, maka pemerintah memerlukan aktor lain yaitu pemangku kebijakan lainnya (stakeholders) dan masyarakat.
Dalam konsep governance menitikberatkan pada perimbangan peran-peran stakeholders dalam lahirnya kebijakan-kebijakan publik.
Baca Juga:
Di Tempat Pembuangan Sampah Kawasn Pancoran, Jaksel Ditemukan Sesosok Jasad Bayi Perempuan
Sapulangit Media Center Gandeng Rilispers.com Pasarkan Publikasi Press Release di 150+ Portal Berita
Situasi pandemi Covid-19 telah memberikan pelajaran dan peringatan kepada semua pihak bahwa permasalahan kesehatan tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah.
Kolaborasi dan sinergisitas semua pemangku kesehatan harus dikedepankan untuk memperbaiki sistem kesehatan saat ini dan di masa depan.
Kami organisasi kesehatan dan organisasi yang mewakili lembaga konsumen kesehatan yang telah diakui dan menjalankan fungsi serta peran berdasarkan amanah di beberapa Undang-Undang lex specialis bidang kesehatan, antara lain:
1. UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
2. UU No.36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan,
Baca Juga:
Kebutuhan Cadangan Beras Pemerintah, Indonesia akan Tambah Kuota Impor Beras Sebanyak 1 Juta Ton
3. UU No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan,
4. UU No.4 tahun 2019 tentang Kebidanan)
Sehubungan dengan penetapan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas oleh DPR RI dimana salah satu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadi agenda pembahasan adalah RUU Kesehatan (Omnibus Law), menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat.
Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga.
Keberadaan organisasi profesi beserta seluruh perangkatnya yang memiliki kewenangan dalam menetapkan kompetensi profesi kesehatan.
Seharusnya tetap dilibatkan oleh pemerintah dalam merekomendasikan praktik keprofesian di suatu wilayah.
2. Hal paling urgent yang saat ini harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki sistem kesehatan yang secara komprehensif berawal dari pendidikan hingga ke pelayanan.
Sekian banyak tantangan seperti persoalan penyakit-penyakit yang belum tuntas diatasi.
Misalnya TBC, gizi buruk, kematian ibu-anak/KIA, penyakit-penyakit triple burden yang memerlukan pembiayaan besar), pembiayaan kesehatan melalui sistem JKN, dan pengelolaan data kesehatan di era kemajuan teknologi serta rentannya kejahatan siber.
Haruslah dihadapi dengan melibatkan stakeholder dan masyarakat.
3. Pada 2016 WHO menerbitkan dokumen Global Strategy on Human Resources for Health Workforce 2030 sebagai acuan bagi pembuat kebijakan negara-negara anggota dalam merumuskan kebijakan tenaga kesehatan.
Pemangku kepentingan yang dimaksud dalam dokumen ini bukan hanya pemerintah, tetapi juga pemberi kerja, asosiasi profesi, institusi pendidikan, hingga masyarakat sipil.
Hal ini sejalan dengan prinsip governance, dimana pemerintah melibatkan secara aktif pemangku kebijakan lain.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Isu pemerataan dan kesejahteraan tenaga kesehatan haruslah menjadi prioritas saat ini.
4. Dari data yang kami peroleh di halaman DPR RI (Link website : https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/BALEG-SK-PROLEGNAS-RUU-PRIORITAS-TAHUN-2022-1642658467.pdf) dan sesuai dengan lampiran Surat Keputusan DPR RI No.8/DPR RI/II/2021-2022 bahwa RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak ada dalam daftar tersebut.
RUU ini baru termuat dalam berita “Baleg DPR Bahas Daftar Usulan Prioritas Prolegnas Prioritas 2023” pada tanggal 29 Agustus 2022 (Link berita : https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/40358/t/Baleg+DPR+Bahas+Daftar+Usulan+Prolegnas+Prioritas+2023) yang merupakan RUU usulan DPR.
Lalu kami mendapatkan informasi RUU ini telah ditetapkan oleh Baleg DPR dalam daftar Prolegnas Prioritas tahun 2022 (Link berita: https://www.hukumonline.com/berita/a/melihat-daftar-prolegnas-prioritas-2022-perubahan-lt632af956cd2a7) pada tanggal 21 September 2022.
Tertulis bahwa RUU ini dalam Prolegnas Perubahan Ketiga Tahun 2020-2024 tertulis RUU tentang Sistem Kesehatan Nasional. Dalam penelusuran kami RUU Sistem Kesehatan Nasional diusulkan pada 17 Desember 2019 (informasi dari halaman DPR RI : https://www.dpr.go.id/uu/detail/id/319P), namun terkait draft Naskah Akademik maupun RUUnya belum pernah kami dapati.
5. Demi mengedepankan kepentingan masyarakat dan keselamatan pasien yang lebih luas, kami bersepakat dalam pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak menghapuskan UU yang mengatur tentang Profesi kesehatan yang sudah ada dan mendorong penguatan UU Profesi Kesehatan lainnya.
Dan mendesak agar Pemerintah maupun DPR lebih aktif melibatkan organisasi profesi kesehatan dan unsur masyarakat lainnya dalam memperbaiki sistem kesehatan untuk masa depan Indonesia yang lebih sehat atas dasar pertimbangan dibawah in:
a. Pengaturan Omnibuslaw harus mengacu pada kepentingan masyarakat.
b. Penataan dibidang kesehatan agar tidak merubah yang sudah berjalan dengan baik.
c. Mengharapkan adanya partisipasi yang bermakna dalam penyusunan Omnibuslaw.
Pernyataan Sikap: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Persatuan Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) di Jakarta, Senin, 26 September 2022.***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Arahnews.com, semoga bermanfaat.